Pernahkah Anda mendengar tentang MAFINDO (turnbackhoax.id) yang terkenal karena “pemeriksaan fakta” palsu mengenai Covid-19 dan vaksinnya, yang beroperasi atas nama dan untuk kepentingan WHO, WEF, dan perusahaan farmasi? Banyak dari “pemeriksaan fakta” mereka terbukti palsu, seperti klaim tak masuk akal bahwa kekebalan alami tidak ada dan hanya vaksin yang mampu memberikan kekebalan. Kini, tampaknya MAFINDO menerapkan strategi yang sama untuk mempengaruhi Pemilu 2024. Mari kita telaah apa yang sedang terjadi.
Skandal pertama adalah bahwa Google ikut campur dalam pemilu melalui MAFINDO: “Google Kucurkan 26,5 Miliar Rupiah Perangi Misinformasi Jelang Pemilu 2024; Diberikan untuk dua inisiatif besar melalui CekFakta, GNI Training Network, serta Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO)” … “Melalui lengan filantropi Google.org, mereka memberikan dana hibah sebesar $500 ribu atau sekitar 7,8 miliar Rupiah ke Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) untuk menjalankan program Akademi Digital bagi lansia dan remaja cerdas … agar dapat lebih memahami dan menyikapi konten yang mereka lihat di internet” (Sumber: https://dailysocial.id/post/pendanaan-google-perangi-misinformasi-jelang-pemilu)
Jadi siapa yang akan memutuskan informasi mana yang “baik” dan mana yang “buruk”? Tentu saja Google!
Google adalah anggota utama dari WEF – World Economic Forum (https://www.weforum.org/organizations/google/) dan, sebagai anggota WEF, mereka juga melaksanakan agenda-agenda WEF seperti Great Reset, Agenda 2030, Digital ID (KTP Digital), CBDC (Central Bank Digital Currency = pelarangan uang tunai), paspor vaksin, infiltrasi dan pengendalian pemerintahan, pajak karbon, “krisis” iklim, penyensoran media dan media sosial, pemerintahan global daripada lokal, kontrol korporasi atas masyarakat, dan banyak agenda jahat lainnya. Para elit globalis tersebut tentu memiliki Capres dan Caleg yang disukai (yang akan melaksanakan agenda WEF) dan mereka menggunakan MAFINDO untuk memanipulasi persepsi publik demi mendukung kandidat pilihan mereka.
Pemimpin WEF Klaus Schwab secara terbuka mengakui bahwa mereka sedang menyusup ke dalam pemerintahan, “Kami menembus kabinet global negara-negara dengan WEF Young Global Leaders kami”
(Tautan ke video: https://www.bitchute.com/video/Md4l9RsMwxr5/)
MAFINDO juga menerima dana dari entitas globalis dan kiri asing lainnya untuk manipulasi pemilu, seperti Omidyar Network / Luminate (https://www.luminategroup.com/investee/mafindo), yang mendukung agenda kiri ekstrim seperti teori kritis ras, LGBT dan regulasi ekonomi kiri. (https://www.influencewatch.org/for-profit/omidyar-network/)
Facebook, yang dikenal karena penyensoran informasi untuk mendukung agenda dan narasi WHO & WEF, juga mendukung dan memberikan dana kepada MAFINDO (https://www.facebook.com/journalismproject/mafindo-facebook-third-party-fact-checking). Dan tentu saja, Facebook juga merupakan anggota utama WEF (https://www.weforum.org/organizations/facebook-inc/).
Keduanya terbukti aktif ikut campur dalam pemilu misalnya:
“Bagaimana ‘Zuckerbucks’ membantu memenangkan pemilu Biden pada tahun 2020: CEO Facebook menyalurkan $419 juta ke dewan admin pemilu lokal ‘nirlaba’ ‘untuk membantu menghasilkan pemilih dari Partai Demokrat’” (https://www.dailymail.co.uk/news/article-10090603/Mark-Zuckerberg-funneled-419-5MILLION-nonprofits-fund-administration-2020-election.html)
“Pierre Omidyar menyumbangkan $100.000 kepada PAC super anti-Trump yang baru” (https://publicintegrity.org/politics/pierre-omidyar-gives-100000-to-new-anti-trump-super-pac/)
Itu hanya beberapa contoh yang kami temukan. MAFINDO tidak mengungkapkan sumber uangnya, sehingga tidak mungkin mengetahui kepentingan asing lainnya yang terlibat.
Untuk menggali lebih dalam, perlu diungkapkan bahwa salah satu dari tiga calon presiden terlibat secara dekat dengan WEF (Young Global Leaders) dan sejalan dengan agendanya, sementara untuk dua Capres lainnya koneksi semacam itu tidak dapat ditemukan (Bukan berarti mereka tidak dikuasai kepentingan asing/tertentu, kami tidak mengatakan bahwa campur tangan asing dalam pemilu mendukung Capres tertentu, kami hanya menyajikan fakta-fakta yang telah kami temukan.). Kami telah mengungkapkan detailnya sebelumnya:
Link artikel: https://investigasi.org/agen-wef-tidak-boleh-dibiarkan-menembus-politik-indonesia/
Dari fakta-fakta yang ada, terlihat upaya besar dari entitas asing yang sejalan dengan WEF untuk mencampuri pemilu dengan memanipulasi opini publik, dan kebetulan salah satu Capres adalah bagian dari WEF.
Selain campur tangan melalui manipulasi persepsi publik, ditemukan beberapa fakta yang lebih mengkhawatirkan:
Pendiri dan direktur MAFINDO, Harry Sufehmi, telah terlibat dalam Infrastruktur IT KPU, sistem komputer di mana seluruh data pemilu diproses, sebagai “arsitek Infrastruktur IT”. Ini membentuk hubungan langsung antara kepentingan asing yang mencampuri pemilu dan KPU. Meskipun kita tidak tahu sejauh mana akses Harry Sufehmi ke sistem IT KPU saat ini, fakta bahwa hubungan semacam itu pernah ada dan mungkin masih ada sangat mengkhawatirkan dan menimbulkan pertanyaan tentang keamanan data pemilu.
(Sumber: https://www.acci.or.id/profile/harrysufehmi)
Penting untuk dipahami bahwa semua campur tangan pemilu ini terjadi pada saat WHO, yang terhubung secara langsung dan mendalam dengan WEF dan dikendalikan oleh kepentingan yang sama, terutama farmasi, sedang mencoba kudeta global untuk menghapus kedaulatan nasional untuk semua hal kesehatan dan menjadi pemerintahan kesehatan global de facto. Untuk dapat melaksanakan agenda tersebut, WHO & WEF tentu saja perlu mengendalikan sebanyak mungkin pemerintahan, yang akan dicapai dengan pemilihan kandidat yang setuju dan mendukung agenda mereka. MAFINDO tentu saja juga sangat dekat dengan WHO (https://www.mafindo.or.id/2023/04/27/who-membangun-kurikulum-manajemen-infodemik-mafindo-ikut-terlibat/) Kami telah menerbitkan analisis rinci tentang agenda WHO tersebut dan bahayanya:
“Menolak Kuasa Monopoli WHO Terhadap Kesehatan Masyarakat Global” (https://investigasi.org/menolak-kuasa-monopoli-who-terhadap-kesehatan-masyarakat-global/)
Penting juga untuk dicatat bahwa pemerintah saat ini sangat dikendalikan oleh WHO & WEF, seperti yang ditunjukkan dalam artikel “‘Agen’ WEF Tidak Boleh Dibiarkan Menembus Politik Indonesia” di atas dan banyak elemen buruk dari UU Kesehatan baru adalah hasil dari pengaruh tersebut.
Penjelasan lebih lanjut: Cara Kerja Strategi Penyebaran Informasi Palsu dan Pemeriksaan Fakta untuk Memanipulasi Opini Publik dalam Agenda Politik
Penyebaran informasi palsu/menyesatkan atau hoaks dan pembuatan pemeriksaan fakta palsu/menyesatkan merupakan strategi yang sangat canggih dan merugikan dalam dunia politik. Tujuannya adalah memanipulasi opini publik, menciptakan ketidakpastian, mendukung agenda politik tertentu, memengaruhi Pemilu dan mencapai tujuan politik tertentu.
Langkah 1: Penyebaran Informasi Palsu
Contoh:
Misalnya, sekelompok pihak bisa menyebarkan klaim palsu bahwa seorang kandidat presiden tertentu terlibat dalam kegiatan ilegal atau memiliki agenda tersembunyi yang merugikan masyarakat. Informasi ini mungkin tidak berdasar atau disertai dengan fakta yang direkayasa.
Dalam kasus tertentu, penyebaran informasi palsu dapat didukung oleh sumber-sumber anonim di media sosial atau situs web yang tidak dapat diverifikasi keabsahannya.
Langkah 2: Pembuatan Pemeriksaan Fakta Palsu
Contoh:
Setelah informasi palsu tersebar luas, kelompok atau individu tersebut dapat menciptakan situs web atau laporan pemeriksaan fakta palsu yang seolah-olah berasal dari lembaga terpercaya. Mereka mungkin mengklaim bahwa pemeriksaan fakta ini membuktikan klaim palsu tersebut benar.
Pemeriksaan fakta palsu dapat disusun secara profesional, dengan menggunakan elemen-elemen desain dan tautan referensi yang tampak meyakinkan, meskipun sebenarnya tidak bermakna.
Dampak: Manipulasi Opini Publik
Contoh:
Ketika informasi palsu dan pemeriksaan fakta palsu disebarkan secara bersamaan, masyarakat dapat menjadi bingung dan sulit membedakan antara kebenaran dan kebohongan. Hal ini menciptakan ketidakpastian dan merusak citra kandidat atau partai yang menjadi target.
Studi tentang dampak psikologis dan perilaku masyarakat terhadap informasi palsu dan pemeriksaan fakta palsu telah banyak dilakukan, menunjukkan bahwa taktik ini dapat secara signifikan mempengaruhi persepsi publik.
Strategi ini adalah ancaman serius terhadap integritas demokrasi. Penting bagi masyarakat untuk menjadi kritis terhadap sumber informasi, memverifikasi keabsahan fakta, dan mendukung keberlangsungan praktik demokrasi yang sehat.