Pada bulan terakhir, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia mengumumkan Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio, yang dihubungkan dengan beberapa kasus Polio yang terbukti disebabkan oleh Vaksin Oral Tetes Polio (OPV = Oral Polio Vaccine). Namun, investigasi kami mengungkap fakta mengejutkan bahwa Kemenkes tampaknya tidak jujur kepada publik mengenai penyebab sebenarnya dari KLB tersebut. Mereka menyembunyikan fakta bahwa semua kasus yang telah menjadi dasar untuk menyatakan KLB adalah akibat dari penggunaan vaksin OPV.
Artikel: Kemenkes RI Temukan 9 Kasus Baru Polio di Sampang, Begini Kondisinya
Kemenkes: Atasi KLB, Imunisasi Polio Tambahan Digelar Serentak di 3 Daerah
Oral Polio Vaccine (OPV) adalah vaksin yang mengandung virus Polio “hidup” (aktif) yang direkayasa untuk menjadi lebih “lemah” dibanding dengan virus Polio liar. Mekanisme kerjanya melibatkan pemberian virus Polio “lemah” tersebut kepada penerima vaksin dalam bentuk tetes oral. Virus tersebut kemudian mulai berkembang biak di saluran pencernaan dan memicu respons kekebalan tubuh yang menghasilkan imunitas.
Dalam beberapa kasus, virus Polio “lemah” yang terdapat dalam OPV dapat kembali menguat dan menyebabkan Polio paralitik pada penerima vaksin atau orang di sekitarnya. Ini disebut sebagai kasus Polio terkait vaksin (Vaccine-Derived Poliovirus, VDPV). Meskipun risikonya cukup rendah, kejadian yang cukup sering ini menjadi salah satu alasan beberapa negara beralih ke vaksinasi Polio yang lebih aman, seperti Inactivated (= virus “mati”) Polio Vaccine (suntikan IPV).
Penjelasan Kemenkes (yang disembunyikan dalam konteks KLB Polio): Poliomyelitis (Penyakit Virus Polio)
Penting untuk dicatat bahwa dulu OPV memiliki manfaat dalam memberikan kekebalan kolektif dan mengendalikan penyebaran Polio, bahkan eradikasi Polio akibat virus liar di hampir seluruh dunia. Di Indonesia, virus Polio liar sudah berhasil diberantas sejak lama. Namun risiko VDPV (Polio akibat vaksin) menjadi pertimbangan utama dalam kebijakan vaksinasi global. Inilah sebabnya mengapa beberapa negara telah memilih untuk menggunakan vaksin yang tidak menyebabkan reaktivasi virus, seperti IPV, untuk mencegah kasus Polio terkait vaksin.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan pernyataan yang mencengangkan bahwa semua kasus Polio di Indonesia adalah Polio Tipe 2, yang disebabkan oleh Oral Polio Vaccine (OPV). Beberapa negara, seperti Amerika Serikat yang sudah melarang penggunaan OPV sejak tahun 2000, telah mengambil langkah tegas terhadap vaksin ini akibat masalah serius yang muncul dari penggunaannya.
Pernyataan WHO 11 Januari 2024: Circulating vaccine-derived poliovirus type 2 (cVDPV2) – Indonesia
Artikel: Vaksin Oral Polio Tidak Direkomendasikan WHO, Ini Alasannya
CDC melarang OPV sejak tahun 2000: Polio Vaccination: What Everyone Should Know
Sebuah penelitian di India mencatat bahwa sejak tahun 2000, OPV telah menyebabkan 490.000 kasus kelumpuhan anak. Meskipun Kemenkes telah menyatakan KLB untuk tujuan vaksinasi Polio, mereka tampaknya akan menambah masalah dengan terus menggunakan OPV yang secara konsisten terkait dengan semua kasus Polio dan akan terus menyebabkan Polio di masa depan.
Artikel/Penelitian India: Oral polio drops linked to paralysis in India
Saat ini, Kemenkes & Biofarma juga memperkenalkan OPV baru, nOPV2, yang diklaim lebih stabil. Namun, penelitian telah menunjukkan bahwa nOPV2 juga menyebabkan Polio. Beberapa laporan menunjukkan adanya kasus Acute Flaccid Paralysis (AFP) setelah pemberian nOPV2 di beberapa negara. Yayasan Bill Gates, yang merupakan sponsor pengembangan vaksin nOPV2, telah mengakui bahwa hasil sebenernya dari penggunaan vaksin tersebut hanya dapat dilihat setelah pemberian massal selama beberapa tahun.
Pers Release Biofarma: Vaksin nOPV2 Bio Farma: Percepat Pulihkan Indonesia dari Polio
Artikel: 7 Anak Lumpuh Karena Virus Polio Berasal Dari Vaksin Polio Baru (nOPV2) Yang Didanai Bill Gates
Penelitian bahwa nOPV2 tetap menyebabkan Polio: The role of a genetically stable, novel oral type 2 poliovirus vaccine in the poliomyelitis endgame
Dugaan bahwa ada kesengajaan dan kepentingan bisnis dalam penggunaan OPV semakin kuat karena vaksin ini diproduksi secara lokal oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Biofarma, sedangkan vaksin IPV yang tidak menyebabkan Polio diproduksi oleh pihak asing.
Perlu juga dicatat bahwa ada keterlibatan Bill Gates dalam isu vaksin OPV ini, yang dinilai oleh beberapa pihak sebagai campur tangan pihak swasta asing yang tidak wajar dalam kesehatan masyarakat Indonesia.
Artikel: Bill & Melinda Gates entrusts new vaccine development to Bio Farma
Pers release Biofarma: Bio Farma Mendapatkan Apresiasi dari Bill and Melinda Gates Foundation
Pers Release Kemenkes: Kementerian Kesehatan Bermitra dengan The Bill and Melinda Gates Foundation untuk Transformasi Kesehatan Indonesia
Data menunjukkan bahwa sejak tahun 2017, jumlah kasus Polio yang disebabkan oleh OPV lebih banyak dibandingkan dengan kasus yang disebabkan oleh virus Polio liar di seluruh dunia. Trend ini menunjukkan kegagalan sistem kesehatan dunia dan WHO dalam mengelola dampak negatif dari penggunaan OPV.
Gambar: Evolusi kasus global akibat Polio Liar (Merah) vs Polio akibat Vaksin (Biru). Sumber: Penilitian di Jurnal Nature “Rapid emergence and transmission of virulence-associated mutations in the oral poliovirus vaccine following vaccination campaigns”
Bahkan WHO mengakui betapa konyolnya situasi “vaksin yang menyebabkan penyakit untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh vaksin” dalam sebuah pers release tentang vaksin baru nOPV2: “Vaksin nOPV2 (Bio Farma) untuk penggunaan darurat guna mengatasi meningkatnya kasus jenis polio yang berasal dari vaksin” Artikel lengkap WHO: “First ever vaccine listed under WHO emergency use”
Guru Besar Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (FKUI) telah mengangkat isu bahwa OPV menyebabkan polio dan menuntut para Calon Presiden menyampaikan rencana mereka tentang bagaimana mereformasi kebijakan kesehatan masyarakat untuk menangani hal-hal seperti ini dengan lebih baik di masa depan.
Artikel: Marak Vaksin Polio Bikin Lumpuh, Guru Besar FKUI Minta Capres-Cawapres Juga Serius Bahas Kesehatan
Saat ini, tindakan mendesak yang diperlukan adalah pengakuan terbuka dari Kemenkes terkait penyebab sebenarnya dari KLB Polio, dan penghentian penggunaan OPV secara menyeluruh, menggantinya dengan Inactivated Polio Vaccine (IPV) yang tidak menyebabkan Polio. Kepentingan bisnis Biofarma dan Bill Gates harus disampingkan. Namun, perlu dilakukan analisis risiko-manfaat menyeluruh dan terbukti positif sebelum memutuskan penggunaan IPV secara luas, dengan mempertimbangkan efek samping potensial dan potensi manfaat vaksinasi.
Informasi yang disampaikan harus transparan dan dapat dipahami oleh publik. Saat ini, masyarakat berhak mengetahui kebenaran penuh tentang risiko vaksinasi dan tindakan yang diambil oleh otoritas kesehatan untuk melindungi kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Vaksinasi Massal dengan OPV: Tindak Pidana Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan
Dalam konteks perkembangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio yang terkait dengan vaksinasi menggunakan Oral Polio Vaccine (OPV), ditemukan dasar hukum yang menyoroti seriusnya penyebaran virus dalam OPV dan dampaknya yang dapat menyebabkan KLB. Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, melalui Pasal 399 dan Pasal 445, secara tegas melarang dan mengkriminalisasi kegiatan yang dapat menimbulkan risiko KLB dari penyebaran agen biologi penyebab penyakit.
Pasal 399 menyatakan:
“Setiap Orang dilarang:
- melakukan kegiatan menyebarluaskan bahan yang mengandung penyebab penyakit dan masalah Kesehatan yang berpotensi menimbulkan KLB; dan/atau
- melakukan kegiatan menyebarluaskan agen biologi penyebab penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB dan Wabah.”
Selanjutnya, Pasal 445 menjelaskan sanksi hukum untuk pelanggaran tersebut:
“Setiap Orang yang melakukan kegiatan menyebarluaskan bahan yang mengandung penyebab penyakit dan/ atau agen biologi penyebab penyakit dan masalah Kesehatan yang berpotensi menimbulkan KLB dan Wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 399 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah).”
Dengan merinci larangan atas penyebarluasan agen biologi penyebab penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB, Undang-Undang ini menunjukkan pemerintah harus bertindak secara serius dalam melindungi masyarakat dari risiko kesehatan yang dapat timbul akibat penyebaran virus Polio terkait dengan vaksinasi massal menggunakan OPV.
Dengan pertimbangan ini, tindakan vaksinasi massal dengan OPV yang dapat dan sudah menyebabkan KLB dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum yang serius dan dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi mendalam terkait kebijakan vaksinasi dan pengambilan langkah-langkah tegas untuk melindungi masyarakat dan mematuhi hukum yang berlaku.
“Salus Populis Suprema Lex Esto” artinya “Kesejahteraan Rakyat adalah Hukum Tertinggi”. Prinsip ini menekankan bahwa kesejahteraan dan keamanan masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam pengambilan keputusan dan tindakan pemerintah.
Perilaku Kementerian Kesehatan yang terbukti melanggar prinsip ini, seperti menutupi fakta terkait risiko serius dari vaksinasi massal menggunakan Oral Polio Vaccine (OPV), dapat dianggap sebagai pengkhianatan terhadap kepentingan kesejahteraan rakyat. Tindakan yang tidak transparan dan tidak mengutamakan kesejahteraan masyarakat dapat merugikan kepercayaan publik dan mengancam kesehatan bersama.