Ringkasan studi yang menunjukkan tidak perlunya wajib vaksin Covid-19
Dengan hormat,
Saya menulis surat ini sehubungan dengan kewajiban untuk vaksinasi Covid-19 untuk orang dewasa dan kampanye vaksinasi Covid-19 anak-anak. Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa kebijakan tersebut tidak konsisten dengan bukti-bukti ilmiah yang baru, dan oleh karenanya perlu dibatalkan.
Pertama, persyaratan vaksinasi untuk orang dewasa tidak ilmiah karena alasan-alasan sebagai berikut:
Vaksin Covid tidak menghentikan penularan
Lain dengan vaksin polio dan campak, vaksin Covid tidak menghentikan penularan. Vaksin Covid memang berguna untuk mengurangi risiko sakit berat dan kematian, tetapi kemampuannya untuk mencegah penularan berkurang banyak setelah beberapa bulan. Maka sekalipun kita divaksinasi, kita masih bisa tertular dan menularkan virus (Riermersma et al 2021, Chau et al. 2021, Juthani et al. 2021).
Studi dari Harvard University (Subramanian dan Kumar, 2021) tidak menemukan hubungan yang berarti (signifikan) antara penduduk yang divaksinasi dengan kasus Covid 19 dalam 7 hari terakhir. Vaksinasi tidak dapat menghentikan penyebaran Covid, seperti terlihat di negara-negara Eropa dan Singapura.
Studi varian omicron menunjukkan varian ini menimbulkan gejala penyakit yang ringan di beberapa negara (Dyer, 2021, Abdullah et al, 2021, Wolter et al, 2021), dan efektivitas vaksin yang tersedia rendah terhadap varian ini (Callaway dan Ledford, 2021). Karena vaksin yang ada tidak menghentikan penularan, program wajib vaksin tidak sesuai dengan bukti yang ada.
Pengobatan awal sebagai alternatif vaksinasi tersedia
Kesehatan masyarakat bisa ditingkatkan dengan pengobatan di luar rumah sakit. Ada banyak studi yang menunjukkan bahwa ada banyak obat-obat yang dapat digunakan untuk mengurangi drastis risiko masuk rumah sakit dan kematian, jika dimulai selama 5 hari pertama ketika gejala-gejala timbul (McCullough et al. 2021, Johns Hopkins University, ringkasan studi lain dari earlycovidcare.org). Semua analisis ini menunjukkan bahwa ada banyak obat yang sudah tersedia untuk mengobati Covid dengan sukses tanpa harus masuk rumah sakit. Dengan adanya obat-obatan ini, vaksinasi hanya salah satu pilihan untuk mengatasi pandemi, tetapi bukan keharusan. Jumlah yang masuk rumah sakit dan kematian akan lebih rendah banyak, jika pengobatan di luar rumah sakit lebih tersedia.
Tidak adanya data jangka panjang tentang efek negatif Vaksin Covid
Vaksin Covid yang diwajibkan tidak punya sejarah jangka panjang, dan informasi yang minim tentang keamanan dan efektivitasnya.
Menurut data WHO hingga sekarang, ada 2,9 juta efek samping serius (adverse events) yang terkait dengan vaksin Covid-19 sedunia (http://vigiaccess.org/). Jumlah data efek samping WHO dalam satu tahun untuk vaksin Covid-19 lebih dari 23 kali jumlah efek samping vaksin polio selama 50 tahun. Data WHO ini hampir pasti lebih kecil dari seharusnya karena sulitnya laporan (filing). Banyak efek negatif vaksin Covid-19 ini meliputi difabelitas dan kondisi kesehatan yang serius. Selain itu, untuk Pfizer, Moderna dan Johnson & Johnson, menurut VAERS, di AS, tercatat 20.000 kematian, dan lebih dari 1/3 terjadi dalam 3 hari setelah vaksinasi.
Ada 145 studi yang menunjukkan bahwa imunitas alamiah terbukti lebih kuat daripada imunitas dari vaksin (brownstone.org). Oleh karena itu, kebijakan yang tidak memberi kesempatan untuk membuktikan imunitas alternatif selain vaksinasi, secara ilmiah tidak benar.
Sehubungan dengan efektivitas, vaksin Covid 19 ini menjanjikan sekali dalam uji coba secara acak. Namun setelah vaksin dilakukan ratusan juta kali di lapangan, hasil efektivitas lebih rendah dari hasil dari uji coba semula. Setelah beberapa bulan, efektivitas vaksin dalam mengurangi penyebaran dan kematian turun cukup drastis, 4-6 bulan untuk penularan dan 6-8 bulan untuk kematian (Andrews et al, 2021). Banyak negara mempertimbangkan untuk melakukan suntikan yang ke-3 dan ke-4, yang merupakan pengakuan bahwa program vaksinansi sebenarnya kurang efektif.
Jika vaksinasi wajib menjadi cara utama untuk melawan pandemi, maka vaksinasi terus menerus dengan jarak 6 bulan tidak bisa dilakukan karena sumber daya yang diperlukan terlalu tinggi dan kebutuhan kesehatan yang lain tidak akan terpenuhi. Tidak ada program vaksinasi untuk penyakit lain yang butuh frekuensi yang demikian tinggi. Bahkan flu hanya perlu revaksinasi setahun sekali dan tidak diwajibkan.
Kedua, kampanye vaksinasi Covid-19 anak-anak perlu dihentikan.
Risiko Covid-19 untuk anak rendah
Dua studi baru menunjukkan bahwa tidak ada kematian diantara anak-anak berhubungan dengan Covid di Jerman dan Swedia (Ludvigsson et al 2021, Sorg et al 2021).
Kurangnya data jangka panjang tentang efek negatif vaksin Covid-19 lebih bermasalah terhadap anak-anak. Kombinasi risiko rendah dari penyakit Covid-19 dan risiko jangka lama yang belum jelas dari vaksin Covid-19 berarti vaksinasi anak-anak bisa membawa risiko yang lebih tinggi daripada risiko penyakit Covid-19. Oleh karena itu, kampanye vaksinasi anak-anak tidak sesuai dengan prinsip tidak membahayakan pasien (‘do no harm’ atau ‘primum non nocere’).
Program vaksinasi bagi anak-anak harus dibuat sukarela, dan tidak boleh dikaitkan dengan pembukaan sekolah.
Banyak studi yang sudah menunjukkan beban berat untuk anak-anak selama pandemi. Beban terhadap anak bukan dari penyakit Covid-19, tetapi dari kebijakan yang membenani anak-anak, termasuk beban dari tidak bersekolah tatap muka (in-person) (ringkasan studi dari brownstone.org). Studi-studi lain memperlihatkan nahwa risiko penularan di sekolah rendah sekali (Falk et al 2021, Heavey et al 2020). Kampanye vaksinasi Covid-19 sering digelar di sekolah padahal risiko Covid-19 untuk anak rendah, dan data jangka panjang efek negatif dari vaksinasi belum ada. Oleh karena itu, penting sekali untuk anak-anak kembali ke sekolah tanpa diminta vaksinasi Covid atau didatangi kampanye vaksinasi di sekolah.
Kebijakan untuk mewajibkan vaksinasi bertentangan dengan bukti ilmiah yang ada dan vaksinasi anak harus secara sukarela, bukan melalui kampanye di sekolah. Dengan adanya studi-studi yang baru, maka adalah penting bagi Kementerian Kesehatan dan kementerian terkait, terutama Kementerian Pendidikan, untuk berbagi informasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan, dan menghentikan kebijakan tersebut.
Saya berharap bukti-bukti yang disajikan di sini bisa menghentikan program wajib vaksinasi untuk orang dewasa, dan mencegah kemungkinan anak-anak diwajibkan vaksinasi agar bisa sekolah lagi.
Terima kasih banyak atas perhatian Bapak dan Ibu.
Hormat saya,
Margaret Triyana, Ph.D.
Disclaimer: Surat ini adalah adaptasi dari brownstone.org dan hasil tulisan saya sendiri, bukan pandangan pihak lain.
Referensi
Abdullah, F., Myers, J., Basu, D., Tintinger, G., Ueckermann, V., Mathebula, M., Ramlall, R., Spoor, S., de Villiers, T., Van der Walt, Z. and Cloete, J., 2021. Decreased severity of disease during the first global omicron variant covid-19 outbreak in a large hospital in tshwane, south africa. International Journal of Infectious Diseases.
Andrews, N., Tessier, E., Stowe, J., Gower, C., Kirsebom, F., Simmons, R., Gallagher, E., Chand, M., Brown, K., Ladhani, S. and Ramsay, M., 2021. Vaccine effectiveness and duration of protection of Comirnaty, Vaxzevria and Spikevax against mild and severe COVID-19 in the UK. Medrxiv.
Brownstone.org. Akses terakhir: Januari 12, 2022.
Callaway, E. and Ledford, H., 2021. How bad is Omicron? What scientists know so far. Nature, 600(7888), pp.197-199.
Chau, N.V.V., Ngoc, N.M., Nguyet, L.A., Quang, V.M., Ny, N.T.H., Khoa, D.B., Phong, N.T., Toan, L.M., Hong, N.T.T., Tuyen, N.T.K. and Phat, V.V., 2021. Transmission of SARS-CoV-2 Delta variant among vaccinated healthcare workers, Vietnam.
earlycovidcare.org. Akses terakhir: Januari 12, 2022.
Dyer, O., 2021. Covid-19: Omicron is causing more infections but fewer hospital admissions than delta, South African data show.
Falk, A., Benda, A., Falk, P., Steffen, S., Wallace, Z. and Høeg, T.B., 2021. COVID-19 cases and transmission in 17 K–12 schools—Wood County, Wisconsin, August 31–November 29, 2020. Morbidity and Mortality Weekly Report, 70(4), p.136.
Heavey, L., Casey, G., Kelly, C., Kelly, D. and McDarby, G., 2020. No evidence of secondary transmission of COVID-19 from children attending school in Ireland, 2020. Eurosurveillance, 25(21), p.2000903.
JHMI Clinical Recommendations for Pharmacologic Treatment of COVID-19. https://www.hopkinsguides.com/hopkins/ub?cmd=repview&type=479-1225&name=30_538747_PDF Akses terakhir: Januari 12, 2022.
Juthani, P.V., Gupta, A., Borges, K.A., Price, C.C., Lee, A.I., Won, C.H. and Chun, H.J., 2021. Hospitalisation among vaccine breakthrough COVID-19 infections. The Lancet Infectious Diseases, 21(11), pp.1485-1486.
Ludvigsson, J.F., Engerström, L., Nordenhäll, C. and Larsson, E., 2021. Open schools, Covid-19, and child and teacher morbidity in Sweden. New England Journal of Medicine, 384(7), pp.669-671.
McCullough, P.A., Alexander, P.E., Armstrong, R., Arvinte, C., Bain, A.F., Bartlett, R.P., Berkowitz, R.L., Berry, A.C., Borody, T.J., Brewer, J.H. and Brufsky, A.M., 2020. Multifaceted highly targeted sequential multidrug treatment of early ambulatory high-risk SARS-CoV-2 infection (COVID-19). Reviews in cardiovascular medicine, 21(4), p.517.
Riemersma, K.K., Grogan, B.E., Kita-Yarbro, A., Jeppson, G.E., O’Connor, D.H., Friedrich, T.C. and Grande, K.M., 2021. Vaccinated and unvaccinated individuals have similar viral loads in communities with a high prevalence of the SARS-CoV-2 delta variant. MedRxiv.
Sorg, A.L., Hufnagel, M., Doenhardt, M., Diffloth, N., Schroten, H., von Kries, R., Berner, R. and Armann, J.P., 2021. Risk of Hospitalization, severe disease, and mortality due to COVID-19 and PIMS-TS in children with SARS-CoV-2 infection in Germany. medRxiv.
Subramanian, S.V. and Kumar, A., 2021. Increases in COVID-19 are unrelated to levels of vaccination across 68 countries and 2947 counties in the United States. European Journal of Epidemiology, 36(12), pp.1237-1240.
http://vigiaccess.org/. Akses terakhir: Januari 12, 2022.
VAERS https://wonder.cdc.gov/controller/saved/D8/D161F116. Akses terakhir: Januari 12, 2022.
Wolter, N., Jassat, W., Walaza, S., Welch, R., Moultrie, H., Groome, M., Amoako, D.G., Everatt, J., Bhiman, J.N., Scheepers, C. and Tebeila, N., 2021. Early assessment of the clinical severity of the SARS-CoV-2 Omicron variant in South Africa. medRxiv.