Nyamuk Terinfeksi Wolbachia dan Keterlibatan Militer:
Analisis hubungan WHO dan TNI
Oleh: Prof. Richard Claproth, Ph.D
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merilis informasi menarik di situs webnya, yang menyinggung tentang keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI). link ke informasi TNI di situs WHO menimbulkan pertanyaan tentang hubungan antara organisasi kesehatan global ini dan militer Indonesia.
Informasi di Situs WHO:
Pada 7 April 2019, situs WHO mencantumkan kontak militer Indonesia, terutama Kolonel Tjahja Nurrobi, yang menjabat sebagai Chief of Cooperation and Medical Civic Mission Unit. Muncul pertanyaan: mengapa menunjuk kontak militer untuk mewakili WHO, terutama ketika mereka bukan pembuat keputusan utama? Dr. RM Tjahja Nurrobi M. Kes SpOT (K) Hand, lulusan UNAIR, memimpin Divisi Layanan Kesehatan Terpadu di Pusat Kesehatan TNI dengan pangkat Kolonel Laut (K) dan juga dosen tetap di Universitas Pertahanan Indonesia (UNHAN).
Kontak operasional lainnya, Kapten Soni Lasmana, dari Angkatan Laut Mabes TNI, menjabat sebagai Staff of Surgeon General of Indonesian Armed Forces. Situs WHO juga memberikan informasi tentang “protracted crises” menyoroti insiden yang bersifat kimia, biologi, radiologi, atau nuklir (CBRN). “Protracted crises ” merujuk pada situasi sulit yang berlanjut atau berlangsung untuk jangka waktu yang lama. Dalam konteks WHO, Kapten Soni Lasmana terlibat dalam krisis berlarut-larut, termasuk peristiwa CBRN, menunjukkan fokus pada kejadian yang mungkin berlangsung lama.
Bisa saja informasi ini mungkin terkait dengan kerjasama internasional atau berbagi informasi terkait aktivitas medis dan kesehatan. Namun melihat modus operandi dari WMP yang sangat licik seperti operasi di Bali untuk melepaskan 200 juta nyamuk, tetap perlu diperhatikan oleh BAIS dan BIN. Berikut adalah simulasi pemikiran seorang ilmuwan yang berpiasa berpikir kritism terkait dengan informasi WHO dan hubungannya dengan agen intelijen nasional dan informasi ini bersifat simulasi.
Dalam konteks simulasi terkait keamanan nasional dari ancaman biologis, beberapa kemungkinan dapat dipertimbangkan:
- Keterlibatan Militer dalam Darurat Kesehatan:
- Kontak militer, seperti Kolonel Tjahja Nurrobi dan Kapten Soni Lasmana, dalam misi medis dan konteks kewarganegaraan sipil menunjukkan kemungkinan kerja sama antara militer dan sektor kesehatan. Ini mungkin bertujuan untuk merespons darurat kesehatan, termasuk ancaman biologis.
- Pertanyaannya adalah, apa pandangan TNI tentang nyamuk terinfeksi Wolbachia?
- Koordinasi Kesiapsiagaan dan Respons:
- Pasukan militer sering terlibat dalam upaya kesiapsiagaan dan respons nasional, termasuk yang terkait dengan biokeamanan. Keterlibatan mereka mungkin berfokus pada koordinasi misi medis, penempatan personel, dan manajemen logistik dalam menghadapi ancaman biokeamanan.
- Pertanyaannya, mengapa TNI diam?
- Kolaborasi Antarlembaga:
- Kolaborasi antara militer dan organisasi kesehatan, seperti yang ditunjukkan oleh kontak di situs WHO, mungkin mencerminkan upaya untuk meningkatkan kolaborasi antarlembaga. Hal ni sangat penting untuk merespons ancaman biokeamanan dengan memanfaatkan kekuatan dan sumber daya sektor yang berbeda.
- Pertanyaannya: Mengapa informasi ini tidak diantisipasi, terutama ketika BAIS dan BIN telah diinformasikan sebelumnya dan tetap diam?
- Berbagi Informasi untuk Keamanan Kesehatan Global:
- Keberadaan informasi ini di situs WHO dapat menunjukkan komitmen terhadap transparansi dan kerjasama internasional dalam ranah keamanan kesehatan global. Berbagi rincian tentang kontak kunci dan titik koordinasi dapat memfasilitasi respons yang cepat dan terkoordinasi terhadap ancaman kesehatan yang muncul.
- Pertanyaan: Apakah TNI telah memeriksa nyamuk yang telah dimodifikasi secara genetik dari perspektif pertahanan dan keamanan nasional? Mengapa TNI tidak mempertanyakan BIN, yang mengizinkan impor telur nyamuk dari Australia?
- Kemampuan Penggunaan Ganda:
- Organisasi militer sering memiliki kemampuan penggunaan ganda, yang berarti mereka dapat berkontribusi baik untuk keperluan pertahanan maupun sipil. Dalam konteks biokeamanan, hal ini dapat melibatkan pemanfaatan infrastruktur dan keahlian militer untuk tujuan kesehatan masyarakat.
- Pertanyaanya: Mengenai nyamuk terinfeksi Wolbachia, mengapa TNI tidak mengambil sikap?
- Pemantauan dan Pengawasan Ditingkatkan:
- Keterlibatan militer dalam biokeamanan mencakup kemampuan pemantauan dan pengawasan yang ditingkatkan. Militer dapat berperan dalam memantau dan mengamankan perbatasan untuk mencegah penyebaran ancaman biologis.
- Mengingat penyebaran informasi tentang pelepasan nyamuk Wolbachia secara diam-diam tidak melibatakan TNI? Apa sikap TNI?
Secara keseluruhan, keberadaan kontak militer dalam konteks biokeamanan dapat menunjukkan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif dalam mengatasi potensi ancaman. Hal ini menekankan pentingnya upaya terkoordinasi di berbagai sektor untuk melindungi keamanan nasional dari tantangan biokeamanan.
Pertanyaan tambahan muncul: Mengapa militer tetap diam dalam pelepasan nyamuk Wolbachia? Apakah karena ada perintah dari WHO untuk tetap diam?
Pertanyaan ini melibatkan aspek kebijakan dan mungkin terkait dengan konteks khusus. Namun, dalam banyak kasus, keputusan pemerintah atau lembaga kesehatan untuk melibatkan atau tidak melibatkan militer dalam inisiatif kesehatan, seperti pelepasan nyamuk Wolbachia, dapat dipengaruhi oleh pertimbangan khusus. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keputusan tersebut melibatkan:
- Keahlian dan Keterlibatan Kesehatan Masyarakat:
- Inisiatif kesehatan sering dikelola oleh departemen atau lembaga kesehatan masyarakat dengan keahlian khusus di bidangnya. Militer mungkin tidak selalu menjadi badan yang paling sesuai untuk menangani isu kesehatan tertentu. Jika ya, seberapa siap TNI menghadapi ancaman bioweapon?
- Pemanfaatan Sumber Daya Militer:
- Pertimbangan hati-hati pemanfaatan sumber daya militer. Dalam konteks pelepasan nyamuk Wolbachia, jika militer memiliki kemampuan atau sumber daya yang dapat membantu, mereka mungkin terlibat. Namun, keputusan ini akan bergantung pada strategi nasional dan kebijakan kesehatan. Situasinya mendesak karena nyamuk sudah dilepaskan. Mengapa TNI tidak mengambil sikap?
- Koordinasi antara Sektor Kesehatan dan Militer:
- Koordinasi antara sektor kesehatan dan militer dapat menjadi faktor penting. Dalam beberapa kasus, inisiatif kesehatan dapat melibatkan kerja sama dan koordinasi antara lembaga yang berbeda. Apakah koordinasi ini sudah dilakukan dengan Menteri Kesehatan, Menteri Tenaga Kerja, Menteri Pariwisata, Menteri KLH, Menteri Bappenas, Menteri Pertahanan, BAIS, dan BIN? Kepemimpinan pemimpin baru TNI diuji di sini.
- Persetujuan dan Peraturan Hukum:
- Persetujuan dan peraturan hukum mungkin mengatur peran militer dalam aktivitas kesehatan masyarakat. Keputusan untuk melibatkan atau tidak melibatkan militer dapat dipengaruhi oleh kerangka hukum yang berlaku. Mengapa TNI belum menggunakan hak ini?
- Konsultasi dengan Organisasi Internasional:
- Dalam beberapa kasus, pemerintah dapat berkonsultasi dengan organisasi internasional seperti WHO untuk mendapatkan panduan atau persetujuan sebelum melibatkan militer dalam aktivitas kesehatan masyarakat. Jika ini dilakukan, kedaulatan negara kita sudah diambil alih oleh WHO. Apakah TNI membiarkan hal itu terjadi?
- Persepsi Publik:
- Persepsi publik terhadap peran militer dalam inisiatif kesehatan juga dapat memainkan peran. Pemerintah mungkin mempertimbangkan respons publik terhadap kehadiran militer dalam konteks kesehatan. Namun, rakyat dengan penuh harap menanti sikap tegas dari TNI. Kapan ketegasan itu diumumkan ke masyarakat?
Meskipun perintah atau panduan dari WHO mungkin menjadi faktor krusial dalam pengambilan keputusan, ini bukan alasan bagi Panglima TNI untuk tetap diam. Mengapa?
Negara berada dalam situasi kritis!