Dokumen rahasia yang berhasil diperoleh dari penyimpanan file (web storage) BPOM mengungkap berbagai risiko dan kekurangan dari vaksin Novel Oral Poliomyelitis Vaccine Type 2 (nOPV2) yang sedang diberikan kepada jutaan anak. Dokumen ini seharusnya dilindungi dengan kata sandi, tetapi BPOM tampaknya lalai dalam melindungi informasi ini. Dokumen ini dapat diakses secara publik melalui tautan berikut:
https://registrasiobat.pom.go.id/files/assesment-reports/8096347421689066309.pdf
Hal ini berarti dokumen tersebut diperoleh secara legal (bukan hasil peretasan) meskipun tidak sesuai dengan niat BPOM. Berikut adalah screenshot dari dokumen tersebut di situs penyimpanan file BPOM. Jika BPOM menghapus dokumen ini setelah artikel ini dipublikasikan, screenshot ini membuktikan bahwa dokumen tersebut (dulu) tersedia melalui URL yang dapat diakses publik. Dokumen lengkap juga terlampir di akhir artikel ini.
Risiko Vaksin nOPV2
Vaksin tetes Polio nOPV2 adalah virus “hidup” (aktif) yang “dilemahkan” dan dikembangkan oleh PT. Bio Farma bekerjasama dengan PATH dan Bill & Melinda Gates Foundation. Vaksin ini ditujukan untuk mengatasi penyebaran poliovirus tipe 2 (yang berasal dari vaksin Polio OPV “lama”) yang masih terjadi di beberapa negara. Namun, evaluasi dari dokumen BPOM menunjukkan beberapa risiko yang sangat mengkhawatirkan:
- Laporan Efek Samping yang Serius:
- Studi klinik M4a menunjukkan 40% subyek mengalami severe adverse events (SAE) seperti peningkatan kadar kreatinin fosfokinase darah, peningkatan aspartate aminotransferase, dan sakit kepala.
- Studi M4 mengungkap bahwa kelompok yang menerima vaksin nOPV2 melaporkan efek samping yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol historis Sabin OPV, seperti sakit kepala, kelelahan, diare, dan nyeri perut.
- Pelepasan Virus dan Mutasi:
- Pelepasan Virus: Studi klinik M4a dan M4 menunjukkan adanya pelepasan virus yang signifikan dari subyek yang divaksinasi. Tingkat pelepasan virus yang tinggi dapat meningkatkan risiko penyebaran virus ke populasi yang lebih luas. Pada studi M4a, ditemukan bahwa level pelepasan virus mencapai 5,34 log10 (CCID50/g) pada subyek 2 hari setelah menerima nOPV2-1. Puncak pelepasan virus pada subyek nOPV2 terjadi lebih awal dan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol mOPV2. Lebih lanjut, “shedding masih terjadi sampai hari ke 28,” yang berarti anak-anak yang divaksinasi menyebarkan virus untuk waktu yang lama. Ini menunjukkan bahwa virus tersebut bereplikasi di dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama, yang tidak hanya berpotensi menyebabkan penyakit tetapi juga memungkinkan banyak mutasi terjadi selama waktu tersebut. Penemuan tersebut dalam dokumen BPOM berdasarkan anak-anak dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat/normal. Pada anak-anak dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, baik yang diketahui atau tidak diketahui, periode ini bisa jauh lebih lama dan lebih parah. Perlu dicatat bahwa tidak ada pemeriksaan sistem kekebalan tubuh sebelum vaksin ini diberikan, yang sangat tidak bertanggung jawab dan berbahaya mengingat bahwa inilah vaksin dengan virus “hidup” (aktif).
- Mutasi Virus: Vaksin nOPV2 menunjukkan adanya mutasi pada situs utama atenuasi (VP1-143) yang tidak terlindungi, mirip dengan mutasi reversi A481G pada Sabin-2. Mutasi ini dapat menyebabkan virus kembali menjadi virulen (ganas). Mutasi ini meningkatkan risiko bahwa orang yang terinfeksi oleh virus yang dilepaskan oleh individu yang divaksinasi dapat mengalami polio yang sebenarnya, termasuk kelumpuhan. Ini adalah risiko serius yang seharusnya tidak diabaikan. Kami telah menjelaskan secara detail dalam artikel kami yang lain bahwa semua kasus polio di Indonesia terbukti disebabkan oleh vaksin polio OPV. Anda dapat merujuk pada artikel tersebut di sini: Vaksin Tetes Polio yang Menyebabkan Polio: Malpraktek Medis dan Kegagalan Kemenkes
- Kurangnya Studi Nonklinik:
- Studi nonklinik pada nOPV2 terbatas karena kurangnya hewan uji yang relevan dan implikasi etis dari melakukan studi pada hewan. Studi toksikologi tidak dilakukan meskipun sangat penting untuk menentukan keamanan produk vaksin sebelum pengembangan klinik.
- Efikasi dan Keamanan yang Belum Terbukti:
- Data studi klinik fase 3 untuk konfirmasi efikasi dan keamanan vaksin tidak tersedia / uji klinik fase 3 tidak dilakukan. Keputusan untuk mengizinkan penggunaan darurat vaksin ini didasarkan pada data yang belum lengkap dan evaluasi terbatas.
Dalam dokumennya, BPOM mengakui pada halaman terakhir bahwa “vaksin nOPV3 sangat dibutuhkan untuk mengatasi outbreak polio, mengingat vaksin polio yang tersedia sekarang masing-masing ada keterbatasan penggunaan.” Pernyataan ini secara implisit menunjukkan bahwa vaksin nOPV2, yang saat ini telah diberikan kepada lebih dari 16 juta anak, memiliki keterbatasan yang signifikan. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius: jika vaksin nOPV2 tidak memadai atau memiliki keterbatasan yang penting yang diketahui, mengapa digunakan dalam skala besar seperti itu? Keputusan ini menunjukkan kurangnya analisis risiko-manfaat yang tepat dan menimbulkan kekhawatiran mengenai keselamatan dan kesehatan anak-anak yang divaksinasi dan masyarakat.
Dokumen dari 2020 dan Tuntutan Transparansi
Dokumen ini berasal dari tahun 2020 dan mungkin ada informasi yang lebih baru. Namun, kami mencurigai bahwa tidak ada perbaikan yang signifikan pada vaksin ini dan tidak ada analisis risiko-manfaat yang tepat telah dilakukan sejak saat itu. Masalah utamanya adalah BPOM telah secara resmi menyatakan semua data sebagai rahasia. Lihat artikel berikut untuk lebih jelasnya: BPOM: Data Keamanan Vaksin Polio adalah RAHASIA!
Fakta penting adalah bahwa pada tahun 2023, sebelum nOPV2 mulai digunakan di Indonesia, diketahui telah menyebabkan 7 kasus Polio berat termasuk kelumpuhan di Afrika. Hal ini diakui dan diungkapkan oleh WHO dan GPEI yang terlibat dalam program nOPV2 bersama dengan Bio Farma dan BPOM. Kutipan:
“Inisiatif Pemberantasan Polio Global (GPEI) melaporkan tujuh anak, enam di Republik Demokratik Kongo (DRC) dan satu di negara tetangga Burundi, baru-baru ini lumpuh akibat jenis virus polio yang berasal dari vaksin yang dimaksudkan untuk mencegah penyakit tersebut … Ini adalah kasus pertama yang terkait dengan vaksin polio baru yang dirancang dengan cermat untuk menghindari masalah ini … Dikenal sebagai vaksin polio oral tipe 2 (nOPV2), vaksin ini diluncurkan 2 tahun lalu bulan ini, dan para ahli kesehatan masyarakat telah memantau dengan saksama apakah penggunaannya juga dapat memicu wabah pada kesempatan langka. “Ini mengecewakan tetapi tidak sepenuhnya tidak terduga,” kata Aidan O’Leary, yang mengepalai GPEI. Bagi Simona Zipursky dari Organisasi Kesehatan Dunia, yang menjadi salah satu ketua kelompok kerja nOPV2 GPEI, pertanyaan selama 2 tahun terakhir adalah kapan, bukan apakah, kasus seperti itu akan terjadi. “Tetapi Anda selalu berharap Anda salah,” katanya. Sumber: https://www.science.org/content/article/first-polio-cases-linked-new-oral-vaccine-detected-africa
Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN) telah menggugat BPOM berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik dan UU Kesehatan untuk merilis semua data, dan gugatan ini akan segera dimulai. Lihat artikel berikut untuk detailnya: YAKIN Menggugat BPOM ke KIP atas Kerahasiaan Data Obat dan Vaksin
Kesimpulan
Menggunakan vaksin nOPV2 dengan berbagai risiko yang belum sepenuhnya dipahami adalah keputusan yang berbahaya. Kurangnya analisis risiko-manfaat yang komprehensif dan data keamanan yang memadai seharusnya menjadi alasan kuat untuk tidak merilis vaksin ini ke publik. Penting bagi BPOM dan terutama Kemenkes untuk meninjau kembali keputusan mereka dan memastikan bahwa setiap produk yang dirilis memenuhi standar keamanan dan efikasi yang ketat demi melindungi masyarakat dari potensi bahaya.
Dengan demikian, masyarakat perlu lebih waspada dan menuntut transparansi penuh dari pihak berwenang mengenai keputusan terkait penggunaan vaksin ini. Jangan sampai ketidakamanan ini mengorbankan kesehatan banyak orang.