Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN) mengungkap fakta mengejutkan terkait penolakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memberikan data keamanan terkait vaksin tetes Polio tipe nOPV2. Vaksin ini saat ini diberikan kepada jutaan anak Indonesia. Permohonan keterbukaan informasi publik (KIP) telah diajukan oleh YAKIN, namun jawaban dari BPOM mengagetkan karena mereka menolak memberikan data keamanan dengan alasan kerahasiaan data tersebut. Berikut adalah tanggapan BPOM lengkap:
Alasan dari permohonan informasi ini muncul dari fakta bahwa semua kasus Polio di Indonesia saat ini sebenarnya disebabkan oleh vaksin Polio itu sendiri, seperti yang diakui oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Fakta tersebut telah dijelaskan dan dibuktikan secara rinci dalam artikel sebelumnya:
Artikel: Vaksin Tetes Polio yang Menyebabkan Polio: Malpraktek Medis dan Kegagalan Kemenkes
Selain penolakan untuk memberikan data terkait keamanan, BPOM bahkan tidak memberikan izin edar vaksin yang diminta, malah mengarahkan pada halaman situs web mereka yang berisi informasi yang tidak berguna dan tidak merupakan izin edar:
Dari sumber lain, kami telah mendapatkan informasi bahwa izin edar vaksin ini adalah tipe Emergency Use Authorization (EUA) atau Izin Penggunaan Darurat, yang memiliki syarat bahwa vaksin ini hanya dapat digunakan jika terjadi “Wabah.” Namun, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak pernah mengumumkan adanya “Wabah,” sehingga penggunaan vaksin ini menjadi ilegal (tindak pidana) dan melanggar hukum kesehatan, karena digunakan tanpa izin yang sah.
YAKIN menduga bahwa inilah alasan mengapa BPOM enggan memberikan izin sebenarnya, kami mencurigai bahwa BPOM menyadari vaksin ini digunakan secara ilegal oleh Kemenkes tanpa adanya izin yang valid.
Kami berharap BPOM segera memberikan klarifikasi yang memadai dan transparan terkait izin edar dan data keamanan vaksin Polio nOPV2. Keamanan dan kesehatan anak-anak Indonesia menjadi prioritas utama, dan masyarakat berhak mendapatkan informasi yang jelas dan akurat terkait hal ini.
Kami tidak menerima respons dan perilaku BPOM, dan telah mengajukan keberatan sesuai dengan proses Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Jika BPOM masih menolak untuk mematuhi UU KIP dan memberikan informasi yang diminta, kami akan membawa kasus ini ke Komisi Informasi, dan jika diperlukan, juga akan mengajukan gugatan KIP berdasarkan UU KIP.
Tindakan BPOM yang menolak untuk transparan dalam memberikan informasi keamanan vaksin Polio nOPV2 telah menciptakan kekhawatiran serius di kalangan masyarakat. Kami menilai bahwa penolakan BPOM untuk memberikan data yang diminta merupakan pelanggaran hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jelas dan akurat terkait kesehatan anak-anak Indonesia.
Ketua Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia, Ted Hilbert, menyatakan, “Kami tidak akan tinggal diam melihat ketidaktransparanan ini. Jika BPOM tidak mau mematuhi UU KIP dan tetap menyembunyikan informasi vital terkait vaksin Polio nOPV2, kami siap membawa kasus ini ke pengadilan. Masyarakat berhak tahu tentang keamanan vaksin yang diberikan kepada anak-anak mereka.”
Menurut Ted Hilbert, penyalahgunaan izin darurat (EUA) untuk vaksin Polio nOPV2 yang diduga juga merupakan suatu bentuk pelanggaran hukum yang serius. “Penggunaan vaksin tanpa izin yang sah adalah tindakan melanggar hukum dan bahkan tindak pidana yang tidak dapat diterima. Kami mendesak BPOM untuk memberikan penjelasan yang jelas dan segera mematuhi proses hukum yang berlaku.”
Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia menekankan bahwa pemberian vaksin, terutama yang telah terbukti menyebabkan penyakit yang seharusnya dicegah, kepada jutaan anak tanpa data keamanan yang memadai, tanpa informed consent, dan dengan menyembunyikan informasi penting dari publik adalah hal yang tidak dapat diterima.
Kami akan terus melaporkan perkembangan dari kasus ini dan berharap agar transparansi dan kebenaran segera ditemukan dalam upaya melindungi kesehatan generasi muda Indonesia.