Ketika menulis tentang innate immunity dan adapative immunity di media mainstream terbesar di Indonesia, saya pikir tidak akan lolos sensor. Beberapa tulisan saya sebelumnya yang mengkritisi kebijakan penanganan Covid-19 biasanya tidak lolos sensor. Tulisan-tulisan tersebut ditunda penayangannya meskipun tidak ditolak.
Sebenarnya tulisan tersebut adalah materi tuntutan kepada pemerintah kami untuk mencabut kebijakan pandemi dan mandatori vaksin. Alasannya sederhana, karena pandemi disebabkan oleh virus corona. Virus corona termasuk golongan virus RNA. Virus RNA memiliki kecepatan mutasi yang luar biasa. Sejak dari tahun 1990an para peneliti telah menyadari masalah tersebut. Terutama kaitannya dengan pengembangan vaksin. ²
Semua vaksin yang dikembangkan dari virus RNA mengalami kegagalan untuk menjalankan fungsinya. Yang paling terkenal tentu saja pada kasus polio. Banyak kejadian adverse effect terkait pemberian vaksin polio. Mulai dari keluhan ringan berupa alergi hingga kematian pernah tercatat saat pemberian vaksin polio.
VAPP dan VDPV adalah dua terminologi yang muncul sebagai adverse effect pemberian vaksin polio. VAPP (vaccine associate poliomyelitis paralysis) adalah kejadian polio yang disebabkan oleh pemberian vaksin. Sedangkan VDPV (vaccine derive poliomyelitis virus) adalah kejadian polio pada orang yang tertular oleh penerima vaksin. ³
Hal itu yang mendasari saya saat menolak vaksinasi Covid-19. Bukan berdasarkan berbagai teori konspirasi yang banyak dibicarakan. Namun berdasarkan penyebab penyakitnya yang dipublish oleh WHO itu sendiri. Namun lucunya WHO malah mengabaikan berbagai temuan ilmiah sebelumnya tentang virus RNA.
Penelitian tentang kecepatan mutasi virus RNA telah jadi kepedulian sejak lama. Salah satunya dilakukan dalam pengembangan vaksin polio Sabin. Strain virus dikumpulkan dan dibiakan beberapa tahun. Selanjutnya diseleksi strain yang dominan. Strain-strain dominan tersebut digunakan sebagai benih dalam pengembangan vaksin. ⁴
Cara lain digunakan dalam pengembangan vaksin influeza. Strain-strain virus yang dominan dikumpulkan dari berbagai wilayah yang berbeda. Selanjutnya dikembangkan vaksin polivalen.
Namun pendekatan-pendekatan tersebut tidak dapat memperlambat ataupun mengatasi kecepatan mutasi virus RNA. Sehingga kesimpulan penggunaan adaptive immunity untuk menanggulangi infeksi virus RNA adalah sia-sia. Innate immunity adalah cara yang paling tepat dan rasional dalam menanggulangi infeksi virus RNA.
Namun hasil penelitian-penelitian tersebut seolah dilecehkan di masa pandemi Covid-19. Setiap perusahaan pengembang vaksin berlomba secepat mungkin menghasilkan vaksin untuk covid 19. Padahal sebagaimana virus RNA lainnya memiliki kecepatan mutasi yang luar biasa. Beberapa penelitian menghasilkan kesalahan transkripsi yang memicu mutasi per 10⁴ nukleotida untuk virus corona. Sedangkan secara keseluruhan pada virus RNA kesalahan trasnkripsi tersebut per 10³ – 10⁶ nukleotida. Waktu yang dibutuhkan berkisar 4 – 8 jam. ⁴
Dalam 1 hari tidak kurang terjadi 3 kali mutasi. Dalam 1 bulan telah terjadi 90 kali mutasi. Sehingga perubahan yang terjadi akan cukup besar. Sehingga kompatibilitas antibodi yang dihasilkan dari vaksin tidak akan bertahan lama. Dengan cerdas Bourla, CEO Pfizer, mengatakan bahwa efektivitas vaksin berkurang seiring waktu. Bukan karena titer antibodi yang berkurang namun kompatibilitas yang berkurang. Sayangnya kompatibilitas ini tidak pernah disampaikan oleh Bourla.
Namun yang paling luar biasa adalah WHO. Semua pejabat WHO ikut menyetujui penggunaan vaksin Covid-19. Padahal mereka tahu kompatibilitasnya tidak akan bertahan lama. Begitupun dengan media mainstream menambah teror dengan menyebut antivax tidak bertanggung jawab. Padahal justru mereka yang seharusnya bertanggung jawab menyebarkan irasionalitas pandemi.
Mungkin kelak anak cucu kita akan mencatat dalam sejarah bahwa yang terburuk dalam pandemi Covid-19 adalah pandemi irasionalitas. Irasionalitas yang menimpa kebanyakan penduduk Bumi saat ini. Terlepas dari apapun tujuan menyebarkan irasionalitas ini, saya berharap ini adalah yang terakhir. Kepanikan selalu melahirkan keputusan yang buruk. Tetap tenang dalam kondisi apapun. Mudah-mudahan kita bisa memutuskan setiap persoalan dengan hasil yang sebaik-baiknya.
Salam dari Indonesia,
Dokter Kampung
Referensi
2. https://academic.oup.com/genetics/article/148/4/1483/6034651
3. https://www.tandfonline.com/doi/full/10.4161/21645515.2014.981115
4. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1879625715000292
5. https://journals.plos.org/plosbiology/article?id=10.1371/journal.pbio.2006459