Kami telah menerbitkan banyak artikel tentang Covid 19 dan vaksin dengan semua bukti bahwa hampir semua yang diberitahukan oleh pemerintah dan media kepada kita tidaklah benar. Di sini kami sajikan ringkasan singkat dan detail tentang semua topik untuk Anda. Silahkan baca artikel terperinci kami.
__________
Tak satupun suntikan terapi gen (yang sering kali disebut dengan istilah “vaksin”) Covid-19 bekerja secara efektif dalam pencegahan penularan, penyakit parah ataupun kematian yang disebabkan oleh virus Sars-Cov2 (Covid 19). Hal ini berlaku untuk versi Pfizer, Moderna, AstraZeneca, Johnson & Johnson, Sputnik 5, Sinopharm, Kuba, dan Iran yang status penggunaannya masih dalam tahap uji coba.
Di Lithuania lebih dari 60% penduduknya divaksinasi dengan “vaksin” dari Pfizer, Astrazeneca, J&J, dan memberlakukan pasport “vaksin” (surat “vaksin”), telah mengikuti trajectory (lintasan/ jalur) penyakit yang persis sama dengan Serbia (44% penduduknya divaksinasi, sebagian besar dengan Sinopharm, tanpa memberlakukan paspor “vaksin” (surat “vaksin”).
Lithuania tampak lebih buruk dengan lebih tinggi nya tingkat “vaksin” dan peraturan Covid yang jauh lebih kejam.
PENINGKATAN jumlah kematian akibat Covid-19 (dan lainnya) muncul ketika “vaksin” Covid pertama kali diluncurkan di setiap negara/wilayah.
Sistem kekebalan tubuh seseorang menjadi terganggu dalam 3 minggu pertama setelah disuntik “vaksin” Covid tahap pertama.
Ada periode sekitar 3 bulan setelah suntikan kedua ketika “vaksin” sepertinya memberikan sedikit perlindungan dalam jangka pendek.
Setelah sekitar 4 hingga 6 bulan, “vaksin” Covid telah MERUSAK sistem kekebalan tubuh dan kesehatan secara keseluruhan, membuat mereka LEBIH rentan terhadap Covid dan penyakit lainnya.
Perhatikan data terbaru dari Public Health England di mana orang berusia 40-49 tahun yang divaksinasi DUA KALI akan lebih mudah terinfeksi dan menular daripada yang tidak divaksinasi.
Data terbaru dari Israel menunjukkan bahwa mereka yang sudah divaksinasi kemungkinan besar akan berakhir di rumah sakit karena terpapar Covid sama halnya seperti orang – orang yang tidak divaksinasi.
Tidak ada justifikasi medis atau ilmiah untuk perintah Mewajibkan untuk vaksinasi ataupun Mewajibkan kita untuk memiliki Surat Vaksinasi Covid. “Vaksin” Covid TIDAK menghentikan infeksi, penularan penyakit serius, ataupun kematian akibat Covid. “Vaksin” Covid justru malah MENINGKATKAN penyebaran penyakit dengan menekan dan merusak sistem kekebalan tubuh alami manusia.
Orang – orang yang sudah divaksinasi itu terinfeksi maka mereka akan membawa ‘viral load’ yang jauh lebih tinggi daripada orang – orang yang tidak divaksinasi (terdapat virus 250 kali lebih banyak) sehingga bisa mempunyai KEMUNGKINAN BESAR untuk menginfeksi orang lain dengan menyebarkan lebih banyak partikel virus.
Orang – orang yang sudah divaksin juga memiliki KEMUNGKINAN yang LEBIH BESAR dalam menularkan penyakit karena jika mereka terinfeksi dan menularkannya dengan gejala – gejala penyakit yang ringan, maka kemungkin untuk mereka melakukan isolasi mandiri akan jauh lebih kecil karena yang selama ini mereka tahu bahwa “vaksin” akan melindungi mereka dari Covid itu tidaklah benar.
Orang – orang yang sudah divaksinasi jauh LEBIH BERBAHAYA daripada yang tidak divaksinasi karena mereka akan menjadi pabrik dan sumber pasokan varian baru yang resisten terhadap “vaksin”, yang disebabkan oleh tekanan selektif evolusioner. Semakin banyak varian baru yang resisten terhadap “vaksin”, maka mereka akan semakin berkembang. Virus hanya akan bertahan dan berkembang pada populasi yang sangat tinggi vaksinasinya, jika dapat menghindari perlindungan apa pun yang disediakan oleh “vaksin”.
Ini adalah skenario yang sama dengan evolusi bakteri “Superbugs” yang resisten antibiotiknya disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang berlebihan serta penyalahgunaannya. Ini adalah 100% kebalikan dari narasi para globalis yang menyatakan bahwa varian berkembang pada orang – orang yang tidak divaksinasi. Jumlah varian yang meningkat secara dramatis dari bulan September 2020 di berbagai negara disertai dengan uji coba obat dalam skala besar pada bulan Januari 2021 dengan dimulainya peluncuran “vaksin” secara luas.
Orang – orang yang sudah divaksinasi jauh LEBIH BERBAHAYA daripada mereka yang belum divaksinasi karena mereka dapat menjadi sumber varian yang LEBIH MEMATIKAN. Biasanya virus berkembang menjadi kurang mematikan karena virus tersebut memiliki lebih banyak kesempatan untuk menginfeksi individu berikutnya sebelum virus yang sekarang mati.
Namun dengan “vaksin yang bocor” (leaky vaccine) seperti pada suntikan Covid, tekanan evolusioner ini menjadi kurang mematikan, menghilang dan kemungkinan varian yang jauh lebih mematikan menjadi meningkat.
Suntikan (“vaksin”) Covid datang dengan tingkat efek samping yang begitu mengerikan dan belum pernah terjadi sebelumnya, 40 kali lebih besar daripada vaksin sebelumnya dan bahkan lebih besar dari total keseluruhan vaksin lain yang digabungkan menjadi satu selama 20 tahun terakhir.
Laporan EudraVigilance UE tentang reaksi efek samping “vaksin” saat ini dilaporkan sebanyak 27.247 jumlah kematian dan 2,5 juta yang mengalami cederà akibat Suntikan ‘vaksin’ Covid.
Sistem VAERS (Vaccine Adverse Event Reporting System) di Amerika Serikat saat ini menunjukkan lebih dari 16.000 jumlah kematian dan sistem Kartu Kuning Inggris menunjukkan lebih dari 1.600 korban akibat Suntikan “vaksin” Covid tersebut.
Semua efek samping ini secara dramatis kurang dilaporkan karena dokter dan perawat secara aktif tidak disarankan untuk melaporkan kasus – kasus cedera akibat vaksin baik pemerintah maupun lembaga “kesehatan masyarakat” secara aktif menutupinya.
Jumlah sebenarnya dari kasus – kasus cedera dan kematian diperkirakan setidaknya ada SEPULUH KALI lebih tinggi dari yang dilaporkan, dan mungkin bahkan mencapai hingga seratus kali lebih besar.
Tidak ada statistik yang tersedia tentang kasus – kasus cedera dan kematian yang disebabkan oleh “vaksin” Covid Sputnik, Sinopharm, Kuba atau Iran.
Ini adalah daftar pengawasan FDA (BPOM Amerika) tentang potensi reaksi akibat efek samping yang parah terhadap “vaksin” Covid juga disertakan sebagai bagian dari presentasi resmi pada Oktober 2020.
Hampir semua efek samping ini telah terjadi berkali-kali (kecuali Narkolepsi, Penyakit Kawasaki, dan Arthritis).
Efek samping tambahan yang perlu ditambahkan meliputi: Keguguran dan Aborsi Spontan, Kabut Otak, Pusing, Tinnitus, Kebutaan, Kanker, Penyakit Otak Degeneratif Prion mis. CJD, cedera pada bayi yang menyusui dari “spike protein” (protein lonjakan) yang ditransferkan lewat ASI oleh ibu menyusui yang sudah divaksinasi.
Apa yang Perlu Terjadi Sekarang?
Program “vaksinasi” massal perlu segera dihentikan karena berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
Semua perintah wajib “vaksinasi” dan perintah untuk pemberlakuan Surat “vaksinasi” harus segera dibatalkan – hal itu juga berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
Orang-orang yang dipecat karena menolak suntikan “vaksin” Covid harus segera dipulihkan dan kompensasi dikeluarkan untuk kerugian yang ditimbulkan.
Dokter, perawat, dan profesional medis lainnya perlu dididik dan dilatih dalam mengidentifikasi cedera akibat vaksin. Tidak adanya pelatihan pendidikan yang saat ini dilakukan atau diberikan mengenai penanganan kasus – kasus cedera akibat “vaksin” oleh mereka – mereka yang disebut sebagai para pemegang “otoritas kesehatan” di mana pun di seluruh dunia.
Dokter, perawat, dan profesional medis lainnya perlu didorong dan tidak berkecil hati untuk melaporkan kasus -kasus cedera yang diakibatkan oleh “vaksin” ke Basis Data Efek Samping resmi di setiap negara. Ini harus menjadi persyaratan HUKUM (sudah ada di AS tetapi sering diabaikan). Manajemen rumah sakit atau para otoritas “kesehatan” yang tidak mewajibkan staf mereka untuk sepenuhnya melaporkan semua kasus – yang diduga sebagai kasus cedera akibat “vaksin” harus menghadapi tuntutan pidana karena Kelalaian Pidana Berat yang mereka lakukan dan merupakan ancaman bagi Kesehatan Masyarakat.
CDC, FDA, MHRA, NHS, Kemenkes RI dan lembaga – lembaga kesehatan yang lainnya perlu mulai melakukan pekerjaan mereka dan mulai menyelidiki kasus -kasus cedera yang disebabkan oleh “vaksin” dengan melakukan otopsi, tes D-Dimer dan tes diagnostik klinis lainnya dan juga melakukan investigasi pada orang yang telah terluka ataupun meninggal dalam waktu 28 hari setelah Injeksi “vaksin” Covid.
Sistem IT (Teknologi Informasi) yang saat ini digunakan untuk melaporkan, menyusun, dan menganalisa data tentang cedera akibat “vaksin” perlu ditingkatkan secara dramatis – sistem tersebut saat ini tidak sesuai untuk tujuan tersebut.
Dokter, perawat, dan profesional medis lainnya perlu dilatih dalam pencegahan dan protokol pengobatan dini multi obat untuk penyakit menular seperti flu. Lihat misalnya MASKER+, MATEMATIKA+, dan ini: ian56.blogspot.com/2020/09/everything-we-know-about-covid-campaign.html
Masyarakat Perlu Diajarkan Dalam Hal:
Bagi kebanyakan orang, resiko penyakit serius dan bahkan kematian sangatlah rendah. Covid memiliki tingkat kesembuhan lebih dari 99,8%.
Kecurangan pada penggunaan PCR Test yang dengan sengaja diatur dengan cara meningkatkan siklus amplifikasi untuk menghasilkan diagnosa Covid positif yang palsu dalam jumlah yang besar.
Tes PCR TIDAK PERNAH dirancang dan TIDAK boleh digunakan sebagai alat diagnostik.
Laporan kecurangan dari tes PCR positif yang dianggap sebagai “kasus- kasus Covid” baik seseorang tersebut memiliki gejala Covid atau tidak.
Laporan palsu mengenai jumlah kematian resmi akibat Covid yang DISEBABKAN oleh APAPUN juga dalam waktu 28 hari setelah tes positif, terlepas dari apakah mereka memiliki gejala Covid atau tidak.
80 hingga 90% kematian resmi akibat Covid TIDAKLAH meninggal karena Covid – mereka meninggal karena hal-hal yang lain.
Kurangnya dan keefektifan dari Suntikan “vaksin” Covid.
Risiko besar efek samping parah akibat Suntikan “vaksin” Covid.
Sebagian besar populasi bisa memiliki resiko lebih parah yang di karenakan oleh “vaksin” daripada resiko dari virus itu sendiri.
Protokol pencegahan dan penangulangan sejak dini.
Nasihat tentang suplemen nutrisi dan mengurangi konsumsi gula. Jika setiap orang memiliki cukup Vitamin D, jumlah kasus flu dan Covid akan menurun. Setengah dari populasi Barat menderita kekurangan Vitamin D (di bawah 35 ng/ml), terutama bagi kelompok yang paling berisiko untuk Covid adalah orang tua, orang gemuk yang tidak sehat, dan orang yang sudah sakit parah. Vitamin C dan Zinc juga penting untuk sistem kekebalan tubuh yang sehat. Gula darah tinggi dan penyakit yang berhubungan dengan konsumsi gula (dan makanan & minuman olahan) seperti hiperglikemia, diabetes dan obesitas adalah penyebab utama kematian “akibat” Covid.
__________
Sumber:
- https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/1025358/Vaccine-surveillance-report-week-41.pdf
- https://www.ema.europa.eu/en/human-regulatory/research-development/pharmacovigilance/eudravigilance
- https://ourworldindata.org/covid-deaths
- https://vaers.hhs.gov
- https://vaersanalysis.info/2021/10/08/vaers-summary-for-covid-19-vaccines-through-10-1-2021/