Pers Release
Korban Diduga KIPI, Memprihatinkan
Cianjur, 9 Januari 2022, Yayasan Peduli Al Farizqi
Ahmad Solihin, seorang kepala keluarga di Cianjur mengalami lumpuh pasca vaksin sekitar 6 bulan yang lalu, saat ini kehidupannya memprihatinkan.
Video:
Ditemui pada hari Minggu sore di rumahnya, di Kecamatan Bojong Picung, Cianjur, Solihin menyampaikan harus memaksakan dirinya bekerja di toko kelontong untuk memenuhi kebutuhan keluarganya meskipun masih dalam keadaan sakit.
“Saya ini warga negara yang patuh dan taat aturan, termasuk pemerintah meminta vaksin covid, maka saya pun vaksin”, ujarnya. ” Tapi begitu saya jatuh sakit yang diduga karena akibat vaksin covid, saya ditelantarkan pemerintah”, tambahnya.
“Bupati memang telah memberikan kemudahan BPJS untuk pengobatan sakit pasca vaksin, tapi saya perlu biaya untuk bolak-balik ke rumah sakit, dan menghidupi keluarga saya”, kata Solihin.
Dalam kesempatan tersebut Solihin didampingi Slamet dari Yayasan Peduli Al Farizqy menyampaikan, “Seharusnya pemerintah sama antusiasnya menangani korban yang diduga karena KIPI dengan semangat menyukseskan program vaksinasi covid”. Yang memprihatinkan adalah hampir setiap keluhan korban yang mengalami kejadian pasca vaksin selalu dikatakan bukan karena vaksin tanpa ada investigasi dan penelitian mendalam”, ujar Slamet.
__________
Yayasan Peduli Al Farizqi diresmikan pada tanggal 12 November 2018. Pendirian ini disahkan berdasarkan akta pendirian yayasan oleh SK Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: AHU-0497.AH.02.01 Tahun 2010. Tanggal 28 Januari 2010.
Telp: 08978879679
Email: yayasanpedulialfarizqi03@
Alamat: Jalan Kabupaten Km 0,2 Kwarasan Nogotirto Gamping Sleman
Web: https://yayasanpedulialfarizqi.org
TENTANG KAMI
Yayasan Peduli Al Farizqi adalah sebuah nama yang diambil dari salah satu anak korban KIPI pendiri yayasan. Al Farizqi merupakan anak dari ibu Seliawati yang meninggal 34 jam pasca imunisasi DPT 2 dengan mengalami gejala-gejala yang tertulis di kolom KIPI Permenkes no. 12 th. 2017 halaman 116 yaitu lemas, tidak menangis, sering tidur, BAB berwarna hijau cerah, napas tiba-tiba cepat, mata tiba-tiba juling.
Sebelumnya ibu Seliawati tidak pernah mengetahui apa itu KIPI dan baru mendapatkan informasi terkait KIPI secara mandiri setelah anaknya meninggal. Padahal beliau telah menggunakan vaksin selama hampir 13 tahun.
Setelah meyakini bahwa Al Farizqi meninggal pasca imunisasi dan yang sakit atau meninggal pasca imunisasi pun tidak hanya anaknya seorang, berbekal kronologi dan beberapa hasil medical record para korban yang menyatakan bahwa anak-anak mereka sakit atau meninggal pasca vaksinasi/imunisasi,maka ibu Seliawati melanjutkan kasus ini ke Komda KIPI wilayah Yogya, mengirimkan aduan ke Gubernur, BPOM Yogya, Kemenkes, DPR,MUI, KPAI bahkan Presiden dan Ombudsman Republik Indonesia.
Dari aduan ke berbagai lembaga tersebut, hasilnya belum ada yang signifikan terkait tindak lanjut laporan korban KIPI.
Selama ini, kasus-kasus korban pasca imunisasi sering menguap dan dibiarkan mengambang. Padahal jika ditampung dan diinvestigasi dengan tuntas, kasus-kasus korban pasca imunisasi ini cukup tinggi dan meluas. Bahkan meninggalkan trauma pada orang tua yang anaknya mengalami KIPI.
Berdasarkan semua pengalaman pahit itulah, akhirnya ibu Seliawati dan beberapa rekan korban KIPI lainnya berkumpul menjadi satu mendirikan wadah yang menampung ketidakberdayaan, kesedihan, trauma para korban serta memberikan informasi terkait KIPI.