Pendahuluan
Pelepasan nyamuk Wolbachia telah menjadi topik kontroversial yang menimbulkan berbagai opini dan kekhawatiran di masyarakat, sampai penolakan oleh PJ Gubernur Bali untuk melepaskan nyamuk tersebut di Bali. Meskipun ada klaim bahwa nyamuk Wolbachia dapat mengurangi penyebaran demam berdarah (DBD) hingga 70-90%, banyak pihak menganggap bahwa tidak semua risiko terungkap dan bahwa ada ketidakjelasan seputar program ini. Artikel ini akan membahas fakta-fakta yang telah diidentifikasi dan beberapa kekhawatiran terkait dengan pelepasan nyamuk Wolbachia.
Fakta: Nyamuk Wolbachia dan Penurunan DBD
Nyamuk yang terinfeksi bakteri Wolbachia telah menunjukkan potensi untuk mengurangi penyebaran demam berdarah dalam jangka pendek, hal tersebut sudah cukup terbukti dan benar. Studi-studi telah menyajikan bukti bahwa pelepasan nyamuk Wolbachia dapat secara signifikan mengurangi angka kejadian DBD. Namun, penting untuk mencatat bahwa analisis risiko-manfaat dan efek jangka panjang belum diuraikan dan ada kebutuhan untuk keterbukaan lebih lanjut dari pihak berwenang terkait.
Risiko yang Diidentifikasi
1. Kaitan dengan Kebutaan (River Blindness)
Beberapa studi menyatakan adanya kaitan antara bakteri Wolbachia dan Kebutaan (River Blindness). Wolbachia yang dilepaskan setelah kematian mikrofilaria dalam kornea dapat menyebabkan edema dan kekeruhan kornea melalui aktivasi sel darah putih tertentu. Meskipun perlu diingat bahwa hal ini terjadi pada kasus mikrofilaria, dan hubungan langsung dengan nyamuk Wolbachia belum sepenuhnya terbukti. Intinya adalah bakteri Wolbachia sepertinya tidak 100% aman bagi manusia dan berpotensi menimbulkan penyakit.
Referensi Penelitian: Wolbachia-Induced Neutrophil Activation in a Mouse Model of Ocular Onchocerciasis (River Blindness)
2. Peningkatan West Nile Virus (WNV)
Studi juga menunjukkan bahwa Wolbachia dapat meningkatkan penyebaran virus West Nile (WNV) oleh nyamuk. Kekhawatiran/risiko ini menunjukkan perlunya penelitian lebih lanjut sebelum pelepasan massal dilakukan.
Referensi Penelitian: Control strategy for Dengue, malaria increases risk of West Nile virus
3. Sebaran Nyamuk Wolbachia dan Radang Otak
Pernyataan Wirang Birawa menyebutkan bahwa pelepasan nyamuk Wolbachia dapat mengakibatkan peningkatan populasi nyamuk Culex, yang dapat menyebabkan radang otak (Japanese Encephalitis) dan ketidakseimbangan ekosistem (“Wolbachia membuat nyamuk Aedes Aegypti tidak bisa berkompetisi dengan nyamuk Culex. Sehingga nyamuk Culex yang berkembang pesat dan bila menggigit manusia akan menyebabkan radang otak”). Meskipun klaim ini memerlukan penelitian lebih lanjut, hal ini menunjukkan pentingnya memahami dampak ekologi dari program pelepasan ini. Hingga artikel ini ditulis, telah teridentifikasi 5 kasus radang otak / Japanese Encephalitis di Yogyakarta, tempat pelepasan nyamuk Wolbachia, dan sayangnya salah satu dari mereka (seorang anak) meninggal karenanya.
Sudah ada penelitian tentang masalah ini (“Berkurangnya daya saing larva Aedes aegypti yang terinfeksi Wolbachia dalam interaksi imatur intra dan antar spesifik”): Reduced competitiveness of Wolbachia infected Aedes aegypti larvae in intra- and inter-specific immature interactions
4. Potensi Peningkatan DBD setelah Pelepasan Nyamuk Wolbachia
Antara tahun 2018 dan 2021, “World Mosquito Program” telah melepaskan Nyamuk Wolbachia di Sri Lanka. Link: https://www.worldmosquitoprogram.org/en/global-progress/sri-lanka
Hasil pada tahun 2023: Peningkatan kasus DBD sebanyak 3 kali lipat. Laporan resmi pemerintah Sri Lanka: https://www.epid.gov.lk/dengue-could-be-a-silent-killer
Kami tidak mengatakan bahwa terdapat bukti sebab akibat, namun datanya jelas dan masuk akal untuk mempertanyakan apa yang telah terjadi. Belum ada pihak yang terlibat dalam pelepasan nyamuk wolbachia di Sri Lanka yang memberikan penjelasan atas peningkatan tersebut. Sebaliknya, Kementerian Kesehatan dan media sering memberikan klaim palsu bahwa program nyamuk di Sri Lanka sukses dan telah menurunkan DBD.
5. Tekanan Evolusioner dapat membuat virus DBD menjadi lebih ganas
Poin tambahan yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan adanya tekanan evolusioner atau hukum Darwin dalam konteks pelepasan nyamuk Wolbachia. Prinsip ini menyatakan bahwa dalam lingkungan di mana ada tekanan seleksi, spesies cenderung mengalami evolusi untuk mengembangkan karakteristik yang membuat mereka lebih tahan atau resisten terhadap tekanan tersebut.
Tekanan Evolusioner dalam Konteks Nyamuk Wolbachia
Dengan memasukkan nyamuk Wolbachia ke dalam populasi nyamuk Aedes Aegypti, kita menciptakan suatu lingkungan baru di mana tekanan evolusioner dapat terjadi. Wolbachia bekerja dengan menginfeksi dan mengubah reproduksi nyamuk, tetapi nyamuk yang dapat bertahan atau resisten terhadap efek Wolbachia kemungkinan akan memiliki keunggulan selektif.
Potensi Perubahan pada Virus DBD
Dalam menghadapi tekanan evolusioner, virus DBD yang ditularkan oleh nyamuk tersebut mungkin mengalami perubahan genetik untuk tetap bertahan atau bahkan berkembang menjadi lebih ganas. Ini bisa terjadi karena tekanan yang diberikan oleh Wolbachia menciptakan suatu lingkungan yang memaksa virus untuk beradaptasi demi kelangsungan hidupnya.
Pentingnya Memahami Dampak Jangka Panjang
Dalam merencanakan dan melaksanakan program pelepasan nyamuk Wolbachia, penting untuk memahami potensi tekanan evolusioner ini. Jika virus DBD dapat berkembang menjadi resisten terhadap Wolbachia, ini bisa mengurangi efektivitas program kontrol DBD dan bahkan memunculkan ancaman baru terhadap kesehatan masyarakat.
Penelitian Lanjutan dan Pengelolaan Risiko
Diperlukan penelitian lanjutan untuk memahami apakah tekanan evolusioner ini benar-benar terjadi dan sejauh mana dampaknya. Pengelolaan risiko harus mencakup pemantauan genetik terhadap virus DBD dan populasi nyamuk untuk mendeteksi perubahan yang mungkin terjadi. Keterlibatan ahli evolusi dan biologi molekuler dalam perencanaan dan pelaksanaan program ini akan menjadi kunci dalam meminimalkan risiko evolusi resistensi.
Prinsip Tekanan Evolusioner / Hukum Darwin
Prinsip tekanan evolusioner, atau hukum Darwin, menyatakan bahwa spesies cenderung berkembang melalui seleksi alam untuk mengembangkan sifat-sifat yang meningkatkan kelangsungan hidup dan reproduksi mereka di lingkungan tertentu. Dalam konteks nyamuk Wolbachia, tekanan evolusioner dapat merujuk pada perubahan genetik yang terjadi pada nyamuk dan virus DBD dalam menanggapi kehadiran Wolbachia.
Referensi: Viral Evolution (Wikipedia)
Sebuah studi komprehensif mengenai masalah evolusi ini sampai pada kesimpulan bahwa manfaat jangka pendek dari metode wolbachia cukup menjanjikan, namun dampak dan risiko jangka panjangnya tidak diketahui: “analisis kami menunjukkan bahwa manfaat yang mungkin didapat dari teknologi ini lebih besar daripada dampak negatifnya, namun risiko sebenarnya sebagian besar tidak diketahui”
Referensi Penelitian: Wolbachia versus dengue: Evolutionary forecasts
(Catatan: Pernyataan tentang manfaat dalam penelitian ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena sebagian penelitian ini didanai oleh Bill Gates yang memiliki kepentingan kuat pada program Nyamuk Wolbachia.)
Kekhawatiran Masyarakat dan Hoax
Selain risiko-risiko yang telah diidentifikasi, masyarakat juga dikhawatirkan oleh penyebaran informasi palsu. Hoax seperti feminisasi manusia atau keterlibatan LGBT, penyuntikan “chip” kepada manusia oleh nyamuk, dan kontrol melalui “Internet Protocol Transmission – IPT” menimbulkan kekhawatiran yang tidak berdasar. Penting untuk hanya mempercayai informasi yang telah dipublikasikan dalam bentuk penelitian yang serius. Namun masyarakat tidak bisa disalahkan jika mempercayai hoax tersebut, hal ini merupakan konsekuensi dari tidak adanya transparansi dan kejujuran dari pemerintah dan pihak lain yang terlibat dalam program nyamuk.
Aspek Hukum
Pelepasan nyamuk Wolbachia, sebagai agen biologis, harus dihadapi dengan kewaspadaan dan pertimbangan yang matang. Pasal 399 dan 445 UU Kesehatan baru (UU 17/2023) mengklasifikasikan pelepasan agen biologis yang berpotensi menyebabkan penyakit sebagai tindak pidana, menggarisbawahi perlunya penelitian dan transparansi sebelum pelaksanaan. Karena program pelepasan nyamuk wolbachia ini berdasarkan instruksi Menteri Kesehatan, maka menurut kami sebaiknya dia dilaporkan dan diperiksa oleh Polisi. Dalam proses penyidikan Polisi akan terungkap seluruh data dan fakta dan dapat ditentukan apakah Menteri melakukan pelanggaran hukum. Apabila Menkes tidak dapat memberikan bukti bahwa seluruh risiko yang disebutkan dalam artikel ini telah diteliti, ditangani dan 100% dikesampingkan, maka ketentuan “berpotensi menimbulkan KLB” dalam pasal pidana terpenuhi. Setiap orang berhak untuk mengajukan laporan tindak pidana kepada Polisi dan artikel ini memuat bukti yang cukup untuk mendukung pengajuan laporan tersebut.
Pasal 399:
“Setiap Orang dilarang:
a. melakukan kegiatan menyebarluaskan bahan yang mengandung penyebab penyakit dan masalah Kesehatan yang berpotensi menimbulkan KLB; dan/atau
b. melakukan kegiatan menyebarluaskan agen biologi penyebab penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB dan Wabah.”
Pasal 445:
“Setiap Orang yang melakukan kegiatan menyebarluaskan bahan yang mengandung penyebab penyakit dan/ atau agen biologi penyebab penyakit dan masalah Kesehatan yang berpotensi menimbulkan KLB dan Wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 399 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah).”
Link UU 17/2023: https://peraturan.bpk.go.id/Details/258028/uu-no-17-tahun-2023
Kesimpulan
Program pelepasan nyamuk Wolbachia memunculkan berbagai pertanyaan dan kekhawatiran. Meskipun ada klaim bahwa program ini dapat mengurangi DBD, risiko-risiko yang teridentifikasi, baik dalam konteks kesehatan manusia maupun ekologi, menunjukkan perlunya keterbukaan dan penelitian lebih lanjut sebelum melanjutkan pelepasan massal. Masyarakat memiliki hak untuk memahami semua risiko yang terlibat, dan pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memberikan informasi secara transparan sebelum mengimplementasikan program ini. Program pelepasan nyamuk Wolbachia harus dihentikan atau ditunda hingga semua data dan fakta tersedia dan telah melibatkan analisis risiko-manfaat yang menyeluruh. Kesehatan dan keamanan masyarakat harus diutamakan di atas segalanya.
Salus populi suprema lex esto (keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi)