Pengertian:
Perang Neocortex (Neocortical Warfare)
Hence to fight and conquer in all your battles is not supreme excellence; supreme excellence consists in breaking the enemy’s resistance without fighting. — Sun Tzu
(Karena bertempur dan penakhlukan dalam semua peperangan itu bukan Keunggulan Tertinggi; Keunggulan Tertinggi adalah mengalahkan perlawanan musuh tanpa bertempur)
“Nonfighting (perang tanpa bertempur/melawan) adalah sebutan dan tujuan dari perang neocortical yang bukan berarti bahwa perang model ini adalah bersifat pasif atau tidak aktif (inactive).
Perang ini memerlukan pengerahan usaha, sumberdaya dan skill yang besar-skill puncak—untuk menakhlukkan musuh tanpa bertempur.
Tujuannya bukan hanya menghindari pertempuran fisik. Tujuannya adalah untuk menyebabkan musuh memilih untuk tidak melawan/bertempur dengan cara menerapkan pengaruh, ke hampir semua kendali perasaan simpati, melalui neocortex otak musuh.
Untuk secara aktif menyelami pikiran musuh agar tidak melawan, kita harus mengerti budaya musuh, pandangan dunia dan sistem perwakilan atau yang mewakili pada musuh, serta nilai -nilai yang digunakan secara intens. Kita harus mengerti dan memahami bahasa dan komunikasi musuh baik yang verbal dan non verbal.
Kita mungkin menggunakan alat/cara/metoda yang sama dengan Richard Bandler and John Grinder’s “neuro linguistic programming” adalah untuk memahami ‘bagaimana musuh menerima, memroses dan pengorganisasian antara pendengaran (auditory), visual dan persepsi kinesthetics.”
*kinesthetics atau Kinestetik adalah keistimewaan pada orang-orang tertentu yang lebih cepat memahami ilmu atau pelajaran dengan aktifitas dibanding membaca dan menghafal/learning by doing atau alat peraga*
(Neocortical Warfare) adalah cara perang tanpa penggunaan kekerasan. Jadi menyimpang dari definisi perang yang diberikan Von Clausewitz, yaitu Perang adalah tindakan kekerasan untuk memaksa musuh tunduk kepada kehendak kita. Lebih sesuai dengan pernyataan Sun Tzu , yaitu panglima perang yang unggul adalah ia yang dapat menundukkan musuhnya tanpa menggunakan pertempuran.
Neocortical Warfare dan Pengaruhnya Terhadap Indonesia
Berkembangnya pemikiran ini dipicu oleh kemajuan Iptek, khususnya dalam biologi dan psikologi. Orang berpikir bahwa inti Perang adalah menundukkan kehendak musuh sehingga mau mengikuti kehendak penyerang, tidak melawan atau mempersulit keinginannya.
Untuk menundukkan kehendak musuh yang penting adalah menundukkan kehendak pemimpin musuh tanpa harus berperang secara formal.
Kalau pemimpin mau tunduk, ia tidak akan membawa pengikutnya untuk melawan penyerang. Bahkan ia akan mengikuti kehendak penyerang. Dan menundukkan kehendak pemimpin musuh tidak harus dengan tindakan kekerasan. Malahan penggunaan tindakan kekerasan mengandung risiko macam-macam, mungkin serangan dikalahkan atau mengundang pihak lain membantu yang diganggu. Selain itu tindakan kekerasan pasti perlu biaya besar yang amat berbeda kalau tanpa tindakan kekerasan.
Iptek menunjukkan bahwa kehendak orang bersumber pada otaknya, khususnya bagian otak yang namanya neocortex. Kalau otak itu dapat dipengaruhi sehingga pikiran orang itu bergerak menguntungkan , maka kehendak orang itu dapat dimanupulasi sesuai kehendak penyerang. Contoh paling sederhana adalah penyuapan yang membuat orang yang terima suap lebih dekat kepada pemberi suap. Dan suapan tidak hanya uang, bisa juga hal lain yang menyenangkan penerima suap sehingga berubah pikirannya. Iptek kemudian menemukan bahwa tidak hanya suap saja jalan untuk mengubah cara berpikir orang. Berbagai teknik dapat dikembangkan yang dapat mencapai tujuan sama.
Cara Perang Neocortex mulai digunakan pemimpin Jerman Adolf Hitler pada tahun 1930-an ketika ia berambisi menguasai Eropa. Hitler pada tahun 1938 berhasil menundukkan Austria tanpa penggunaan kekerasan.
Hitler pula yang mengembangkan tindakan penetrasi ke negara-negara Eropa Barat tanpa kekerasan dengan apa yang oleh pihak lawannya di Barat disebut kolonne kelima dan kemudian berkembang menjadi istilah subversi yang sekarang lazim digunakan.
Cara Perang Neocortex terutama tertuju kepada pimpinan pihak yang diserang. Sedangkan Kolonne Kelima dengan jalan propaganda mempengaruhi masyarakat lawan.
Hanya Hitler kemudian masih menggunakan tindakan kekerasan untuk menguasai Eropa Barat, meskipun cara perang neocortex dan kolonne kelimanya sudah berhasil mempengaruhi dan melemahkan masyarakat Eropa Barat. Keberhasilan cara berperang baru itu dibuktikan dengan runtuhnya negara-negara Eropa Barat satu persatu dalam waktu singkat, bahkan Perancis yang dalam Perang Dunia I mengalahkan Jerman dapat dikalahkan dalam kampanye yang hanya berlangsung tiga minggu. Hitler baru gagal ketika hendak merebut Inggeris.
Cara Perang Neocortex dan subversi ini kemudian juga diambil Uni Soviet dan diterapkan dalam ambisi Josef Stalin dan Partai Komunis menguasai dunia setelah memenangkan Perang Dunia II.
Amerika Serikat relatif lambat dalam penggunaan cara baru itu, karena cenderung terlalu menitikberatkan pada keunggulan teknologi militernya serta kekuatan pembiayaan.
Baru setelah menyadari bahwa perang modern perlu pembiayaan amat besar, apalagi mengalami kegagalan seperti di Vietnam yang membuktikan bahwa keunggulan teknologi bukan segalanya, para pakar AS mulai menyadari pentingnya cara berperang tanpa kekerasan, khususnya perang neocortex.
Tidak mustahil pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev salah satu korban perang neocortex AS. Setelah memenangkan Perang Dingin AS melancarkan offensif tanpa kekerasan besar-besaran untuk menguasai dunia. Kekurangberhasilan operasi militernya di Irak dan Afghanistan, padahal sudah dikeluarkan biaya amat besar dan dikorbankan banyak pemudanya, membuat orang AS makin sadar bahwa teknologi dan kekuatan ekonomi bukan segalanya. Apalagi setelah ditimpa krisis ekonomi yang hingga kini belum teratasi.
Sebab itu dapat diperkirakan bahwa Cara Perang Neocortex akan makin digunakan AS untuk mencapai tujuan-tujuannya dan memelihara dominasi dunia. Karena Indonesia termasuk negara yang menonjol dalam kepentingan AS maka kita harus siap dan waspada untuk tidak menjadi korban dari usaha AS itu.
Kita tidak perang dengan AS tapi tanpa perang AS akan memperjuangkan kepentingannya yang banyak di Indonesia. Kiranya keberhasilan mengubah UUD 1945 dengan 4 kali amandemen sehingga batang tubuh konstitusi itu menjadi berbeda dengan Dasar Negara, dengan bantuan orang Indonesia sendiri, merupakan salah satu usaha tanpa kekerasan AS yang merugikan NKRI dan bangsa Indonesia.
Akan tetapi kita juga waspada terhadap China yang sedang bersaing kuat dengan AS, karena cukup banyak kepentingannya di Indonesia. Dan pasti China lebih mahir dan cekatan dari pada AS dalam melakukan Cara Perang Neocortex.
Segi ekonomi akan menjadi alat untuk mengacaukan suatu negara baik secara moneter, investasi dan lain2. Yang terbaru adalah Russia yang dilemahkan secara ekonomi dengan strategi “menghancurkan” harga minyak mentah dunia krn 50% devisa rusia berasal dari eksport minyak mentah.
Sebelumnya Ukraina telah terjadi kekacauan dalam negeri akibat perang proxy antara pemimpin dukungan barat (nato) dan pemimpin dukungan Russia, dimana tekanan ekonomi Ukraina menjadi faktor penentu dukungan kepada pemimpin pro nato agar ukraina segera bisa bergabung dengan EU.
BAGAIMANA INDONESIA ??
Bagaimana Indonesia?? Mental pemimpin yang selama ini menjadi incaran dari perang Neocortex ini, baik eksekutif dan legislatif. Dimana pengawasan terhadap Korupsi Kolusi dan Nepotisme masih lemah dan mental dan integritas para pemimpin baik di pusat dan daerah yang masih dipertanyakan, maka dengan mudah kebijakan bisa dipengaruhi.
Kewaspadaan pada mereka-mereka yang bekerja bukan demi kepentingan nasional tapi menjadi agen didalam untuk kepentingan sang penyandang dana dan kepentingan memperkaya diri sendiri. Ingat dana cina itu besar…..bisa membiayai segala keperluan satu kabinet beserta seluruh penghuni gedung legislatif.
Belum lagi serangan ideology dan perang pemikiran yang berbungkus HAM, mereka akan berteriak pada kasus yang dianggap bisa melemahkan dan mengacaukan kita dari dalam atau istilah standard ganda pada kasus2 tertentu saja mereka berteriak…
contoh pembunuhan aparat di Irian Jaya tidak terdengar suara HAM yang lantang berbeda dengan saat OPM terbunuh karena adanya kontak senjata dalam suatu operasi militer.
Perang ideology antara ideology Pancasila dan Liberal, pembenturan ideology muslim dengan ideology liberal dll yang bisa dibuat issue dan menimbulkan kekacauan di dalam negeri kita.
MELAWAN NEOCORTICAL WARFARE
Seperti di jelaskan di atas bahwa bentuk peperangan Neo Cortex adalah menundukkan kehendak musuh sehingga mau mengikuti kehendak penyerang, tidak melawan atau mempersulit
keinginannya atau tanpa perlawanan. Untuk menundukkan kehendak musuh yang penting adalah menundukkan kehendak pemimpin musuh tanpa harus berperang secara formal/fisik.
Kalau pemimpin mau tunduk, ia tidak akan membawa pengikutnya untuk melawan penyerang. Bahkan ia akan mengikuti kehendak penyerang. Berbicara tentang sistem pemerintahan di Indonesia, maka target utama dr serangan ini kemungkinan besar akan ditujukan ke lembaga eksekutif dan atau lembaga legislatif sebagai sistem perwakilan atau mewakili rakyat menjadi pemegang kekuasaan dan kebijakan tertinggi bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai alutsista terpenting bangsa Indonesia.
Dalam alam demokrasi seperti ini politik transaksional adalah suatu yang lazim kita temui dan rasakan, adalah fakta dan sudah terbukti bahwa sistem demokrasi telah membuat tali silaturahmi anak bangsa terputus, terpecah belah dan cerai berai. Anak bangsa menjadi individualis dan hilang rasa kekeluargaannya, nilai-nilai budaya hancur berantakan dan menjadi bangsa yang tidak beradap.
Semua dilakukan dengan halus dan terencana sehingga praktik TRANSAKSIONAL diluar jangkauan hukum yang kita punya.
Sehingga demokrasi yang demikian ini mejadi pintu masuk bagi negara-negara besar untuk menjalankan misi-misinya demi kepentingan mereka di Indonesia, sistem demokrasi menjadi sistem gayabaru politik ADU DOMBA memecah belah bangsa.
Perpecahan yang terjadi di Indonesia memang sangat diharapkan oleh negara-negara yang berkepentingan terhadap Indonesia, karena dengan perpecahan maka Indonesia akan sangat mudah dikendalikan dan diarahkan. Dengan posisi geografis sebagai pintu dunia, jumlah penduduk yang besar dan kaya akan sumber daya alam, Indonesia berpotensi menjadi negara besar dan kuat yang mampu mempengaruhi dan mengganggu pengendalian kepentingan mereka di kawasan Asia.
Dengan “MENDEMOKRASIKAN ” Indonesia (istilah liberalisasi atau kebebasan segala bidang) sehingga pintu-pintu masuk atau akses menjadi terbuka lebar untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan strategis bangsa ini agar menguntungkan negara-negara besar tersebut. Oleh karena itu negara-negara tertentu melakukan berbagai cara agar Indobesia tetap dapat dikendalikan, tetap tidak mempunyai peluang untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk tumbuh dan berkembang sebagai negara besar dan kuat di dunia.
Singkat kata Indonesia akan “selalu” dilemahkan baik pemimpinnya atau adu domba rakyatnya baik melalui kerusuhan-kerusuhan, konflik horisontal dll untuk menjadikan bangsa ini sibuk dan kehabisan energi. Jalannya pelemahan pemimpin dan adu domba melalui perang cortex dengan mengexploitasi pikiran pemimpin dan orang-orang strategis tertentu dengan hal-hal yang menyenangkan seperti HARTA, TAHTA dan WANITA
Sehingga kehendak pemimpin dan orang-orang strategis tersebut bisa dikendalikan bukan untuk kepentingan bangsa dan negara serta anak cucu tapi untuk kepentingan negara-negara pengendali tersebut. Idealisme dan Nasionalisme orang-orang tersebut akan hancur dan yang dikedepankan akhirnya KEPENTINGAN PRIBADI dan GOLONGAN bukan PENGABDIAN kepada BANGSA yang akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa karena perebutan kepentingan masing-masing pribadi dan kelompok.
Untuk mengatasi hal tersebut bangsa kita harus mandiri agar tidak mudah terpengaruh dan terkooptasi bangsa lain. Menjadi bangsa yang mantap berpijak dan tidak mudah kehilangan arah, harus menjadi bangsa yang mempunyai pendirian yang teguh atas cita-cita kemerdekaan melalui perjuangan bangsanya sendiri yang disebut PANCASILA.
Pancasila Jati diri Bangsa
Pancasila adalah kemandirian sistem berbangsa dan bernegara yang dirancang bangun oleh putra-putri terbaik bangsa Indonesia sendiri untuk bangsa Indonesia sendiri (bahkan dapat digunakan untuk dunia) yang bersumber pada nilai-nilai luhur dan budaya bangsa, budaya Nusantara yang adalah bangsa adat istiadat, kebiasaan dan tata lakunya berlandaskan agama, Sehingga norma kehidupannya selalu berupaya berkeadilan dan berkeadaban;
Kaidah kehidupannya mempertahankan tali silaturahmi, menjaga Persatuan dan Kesatuan;
Filosofinya mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam memecahkan segala persoalan;
muaranya yang hendak diraih adalah keadilan atas dasar KEBENARAN berazaskan Pancasila.
Pancasila lahir dan berasal dari dalam diri bangsa ini melalui lintasan sejarah, budaya, sifat, jatidiri bangsa Indonesia yang kemudian menjadi azas bangsa Indonesia yang mengacu pada kebenaran agama-agama yang ada di Indonesia.
Oleh karena itu bertolak dari sejarah dan asal usulnya maka Pancasila merupakan dasar negara, alat pemersatu bangsa sekaligus koridor dan regulator dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian valid dan layaklah Pancasila berposisi menjadi alat ukur, alat uji dan klarifikasi yang harus digunakan dalam sistem berbangsa dan sistem bernegara yang bertolak atas dasar kebenaran agama-agama yang dianut bangsa Indonesia.
Kesimpulan
Dalam sejarah Indonesia adalah negara yang terbentuk bangsanya dahulu, baru negaranya (secara defacto 17 Agustus 1945 dan dejure 18 Agustus 1945), maka bangsa adalah titik sentral (center of gravity) yang harus dihancurkan dan dikuasai dengan cara menghancurkan filosofi bangsa yaitu PANCASILA.
Diolah dan dirangkum dari:berbagai sumber
Disclaimer:
Kesimpulan dan opini yang tersirat dalam tulisan ini hanyalah bentuk penggunaan hak penulis dalam kebebasan berekspresi yang dijamin Undang-Undang dalam lingkup akademik di web ini. Tidak mencerminkan kebijakan dan posisi resmi dari web ini, pengelola web, institusi tertentu, orang tertentu, dan pandangan politik golongan tertentu.
By Lutfi Fahdiar (Patsus Java Indonesia)
Gambar By Patsus Citox dan Patsus Dede Sherman
Artikel / Sumber asli: https://patriotgaruda.com/2015/02/13/neocortical-warfare-perang-terbesar-yang-dihadapi-indonesia/