Kami telah menemukan klaim menarik yang dibuat oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Berdasarkan klaim tersebut, tampaknya kita memiliki tingkat morbiditas dan kematian anak akibat Covid 19 tertinggi di dunia dan banyak anak meninggal karena Covid 19. Klaim ini digunakan untuk membenarkan dan mendorong vaksinasi anak-anak. Jadi mari kita lihat klaim dan kenyataannya.
Klaim:
Ini hanya salah satu contoh, banyak pernyataan/klaim serupa dapat ditemukan di media
Lembaga yang sama juga telah menerbitkan studi “peer review” di jurnal FrontiersIn dengan judul “Pediatric COVID-19: Laporan Dari Data Perhimpunan Dokter Anak Indonesia”: Tautan Asli | Terjemahan Bahasa Indonesia
Ini Adalah hasil dan kesimpulan penelitian:
Hasil: Per 21 Desember 2020, ada 35.506 kasus dugaan anak-anak dengan COVID-19. Secara total, ada 522 kematian, dengan rasio fatalitas kasus (CFR) 1,4. Ada 37.706 kasus yang dikonfirmasi dengan 175 kematian (CFR 0,46). Kematian tertinggi dalam kasus COVID-19 yang dikonfirmasi adalah dari anak-anak usia 10-18 tahun (42 dari 159 kasus: 26%). Komorbiditas dan diagnosis yang paling banyak ditemukan adalah kanker (17,3%) dan gagal pernapasan (54,5%).
Kesimpulan: CFR kasus terkonfirmasi COVID-19 pada anak di Indonesia cukup tinggi dan harus menjadi perhatian utama masyarakat.
Ada beberapa masalah utama dalam penelitian ini:
- Data mentah tidak tersedia untuk dilakukan ulangan analisis statistik. Kami telah mengirimkan beberapa permintaan sharing data kepada peneliti, beberapa peneliti/institusi akademik juga telah meminta data tersebut tetapi tidak pernah dijawab. Kami juga telah mengirimkan permintaan data ke jurnal FrontiersIn serta keluhan bahwa penulis tidak menanggapi permintaan data. Jurnal juga tidak pernah menjawab.
- Studi ini diterbitkan pada 23 September 2021, tetapi data yang digunakan adalah dari tahun 2020. Fakta ini saja menyebabkan hasil yang sangat menyesatkan (sengaja?) karena rendahnya jumlah tes pada saat itu, sehingga menghasilkan CFR tinggi (Case Fatality Ratio – Rasio Kasus Kematian) yang tidak berarti. Fakta menggunakan CFR sebagai pengukur saja sudah menyesatkan, kita semua tahu bahwa ini bukan pengukur yang cocok dibandingkan dengan pengukur lain yang tersedia seperti IFR (Infection Fatality Ratio – Rasio Infeksi Kematian). Fakta sederhana bahwa data yang digunakan adalah dari sebelum munculnya varian Delta membuat keseluruhan penelitian menjadi usang dan tidak relevan dengan keadaan pandemi Covid 19 saat ini.
- Bahkan jika kita mempertimbangkan CFR, angka sebenarnya sesuai data Kementerian Kesehatan Indonesia (dari Agustus, di tengah “Gelombang Delta”) adalah 0,1%-0,2% untuk anak-anak, sangat rendah. Ini masih berdasarkan “dengan Covid” tanpa bukti “dari Covid”, sehingga angka yang sebenarnya pasti lebih rendah lagi. Berikut adalah laporan resmi Kemenkes dengan data CFR di halaman 26: Link
- Studi ini dan data/kesimpulannya yang menyesatkan digunakan sebagai alat utama untuk mendorong kebijakan kesehatan masyarakat (vaksinasi anak) dan menyebar di media, memberikan kesan yang sangat salah tentang keadaan sebenarnya dari kematian (dan morbiditas) anak dari Covid. Kebijakan kesehatan dan informasi kepada masyarakat harus didasarkan pada data yang benar, terkini dan yang dapat diverifikasi.
CFR sebenarnya berdasarkan data resmi Kemenkes adalah 0,1% – 0,2% (yang tidak berdasarkan kematian yang terbukti dari Covid, hanya kematian anak yang positif tes Covid 19). Bukan 1,4% atau 3-5% sesuai klaim IDAI.
Kita bisa melihat dengan jelas bahwa ada masalah klaim dari IDAI, yang menggunakan data usang yang sama sekali tidak relevan dengan kondisi pandemi saat ini (yang juga tampaknya salah dan mereka bahkan menolak untuk membagikan data mentah), serta membuat klaim konyol di media yang tidak bisa kita temukan bukti atau data apapun.
Berdasarkan hal tersebut, kita patut mempertanyakan kredibilitas IDAI sebagai sebuah organisasi, seolah-olah kita tidak bisa mempercayai informasi atau pernyataan apapun dari mereka. Sangat sedih.
Sebagai kesimpulan tambahan, data riil menunjukkan bahwa kematian anak akibat Covid 19 di Indonesia sangat rendah dan tentunya tidak membenarkan vaksinasi massal dengan vaksin eksperimental yang terbukti tidak aman (detail) dan tidak efektif (detail).
Silahkan baca artikel terpisah kami tentang sains dan data yang membuktikan bahwa memvaksinasi anak-anak terhadap Covid 19 tidak bertanggung jawab, tidak perlu, dan penipuan.
Kami juga telah mengirimkan permintaan tambahan ke jurnal FrontiersIn untuk menarik kembali atau setidaknya memperbaiki penelitian, berdasarkan rincian yang dijelaskan dalam artikel ini. Email asli dalam bahasa Inggris dapat dilihat di bawah ini.
Berikut adalah Surat oleh IDAI yang merekomendasikan vaksinasi anak-anak usian 6-12 Tahun, kita perlu mengklarifikasi beberapa poin di bawah surat:
1. Izin dari BPOM adalah jenis “EUA” – Izin penggunaan darurat. Artinya vaksin tersebut hanya dapat digunakan dalam keadaan tertentu yang tidak terpenuhi. Berikut adalah definisi dari BPOM dan permasalahan yang terkait dengannya:
“Secara internasional, kebijakan EUA ini selaras dengan panduan WHO, yang menyebutkan bahwa EUA dapat ditetapkan dengan beberapa kriteria. Pertama, telah ditetapkan keadaan kedaruratan kesehatan masyarakat oleh Pemerintah. Kedua, terdapat cukup bukti ilmiah terkait aspek keamanan* dan khasiat dari obat (termasuk vaksin) untuk mencegah**, mendiagnosis, atau mengobati penyakit/keadaan yang serius dan mengancam jiwa*** berdasarkan data non-klinik, klinik, dan pedoman penatalaksanaan penyakit terkait,” jelas Kepala Badan POM.
“Kriteria ketiga, obat (termasuk vaksin) memiliki mutu yang memenuhi standar yang berlaku**** serta dan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Keempat, memiliki kemanfaatan lebih besar dari risiko (risk-benefit analysis)***** didasarkan pada kajian data non-klinik dan klinik obat untuk indikasi yang diajukan, dan terakhir belum ada alternatif pengobatan/penatalaksanaan yang memadai dan disetujui untuk diagnosa, pencegahan atau pengobatan penyakit penyebab kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat,” ungkap Kepala Badan POM lebih lanjut.
Dokumen BPOM: Link
Masalah:
*Tidak ada bukti
**Tidak ada bukti
***Tidak ada bukti, dan jelas dari semua data global bahwa hanya orang tertentu terancam (sangat tua dan dengan komorbid serius) → Orang tidak sangat tua atau sehat secara umum tidak terancam.
****Tidak ada bukti
*****Tidak ada bukti. Kesimpulan dari data global, resiko dari vaksin jauh lebih tinggi daripada Covid untuk orang dibawah umur tertentu dan tanpa komorbid serius.
2. Ini berarti bahwa tingkat infeksi pada anak-anak jauh lebih rendah daripada orang dewasa. Bagaimana hal ini mengarah pada kesimpulan bahwa anak-anak membutuhkan vaksinasi? Selain itu, sebagian besar dari angka-angka ini didasarkan pada pengujian PCR yang terbukti tidak cocok untuk mendeteksi infeksi virus dan hingga 90% dari “kasus” adalah positif palsu. Tautan ke Bukti
3. OK
4. Anak-anak sangat jarang terinfeksi dan menular, terutama tanpa gejala. Kalau ada gejalah, anak-anak biasanya tinggal di rumah, sama seperti flu secara umum. Pernyataan ini salah, lihat buktinya.
5. dan 6. Pandemi sudah selesai dan hampir semua orang termasuk anak-anak sudah memiliki kekebalan alami (link bukti). Tidak ada dasar untuk “mengontrol penularan dan transmisi”, terutama menggunakan vaksin eksperimental yang berbahaya. Juga terbukti bahwa vaksin Covid 19 tidak mencegah infeksi dan penularan, sehingga pernyataan ini tidak masuk akal (link bukti).
Kita dapat menyimpulkan bahwa sama sekali tidak ada dasar untuk memvaksinasi anak-anak dan sangat mengejutkan melihat tingkat penipuan dan disinformasi yang digunakan untuk mendorong prosedur medis yang berbahaya dan tidak perlu. Ini melanggar semua etika kedokteran dasar dan setiap dokter yang terlibat harus malu pada diri mereka sendiri.