Dengan berbagai segmen opsi artikel – artikel yang bervariasi di ruang investigasi kami ini, kami pun tertarik untuk mengangkat kisah dongeng dari Tanah Antah Berantah.
Dari sekian banyak kisah di kancah dunia konspirasi, kami tertarik untuk mengangkat cerita yang nyentrik menggelitik sekaligus asik untuk dipetik hikmahnya.
(Cerita ini memiliki makna yang lebih dalam … mereka yang telah memahami akan mengerti.)
__________
Kisah tentang Pacar Cinta Rindu (PCR)
Alkisah, ada seorang pendekar dari suatu negeri kepulauan bernama Kepulauan Murim. Tak terasa 8 tahun sudah dia tinggal di negeri kepulauan Murim yang luar biasa mengaggumkan itu. Setelah sekian lamanya, dia pun jatuh hati pada seorang gadis rupawan dan menikahinnya.
Para wanita di negeri kepulauan Murim tersebut mayoritas memeluk agama Islam, jadi si perjaka pun memutuskan untuk memeluk agama Islam.
Disuatu malam yang cerah, si pendekar mendapatkan wangsit untuk mengembara ke kepulauan tetangga. Karena si pendekar merasa bahwa wangsit tersebut adalah tugas mulia yang dimadatkan oleh Sang Pencipta, si perjaka pun dengan segala kebulatan tekad dan niat melaksanakan misinya untuk mengembara ke kepulauan tetangga. Pengembaraannya pun membuahkan hasil, sang pendekar Murim ini berkenalan dengan banyak orang, dan dikarenakan beliau piawai dengan budaya Murim, maka banyak penduduk di kepulauan tersebut yang meminta plastik kepada beliau. Lambat laun nama si pendekar jadi tersohor tanpa diduga. Dari kalangan ningrat sampai ke orang kaya di kepulauan tersebut pun banyak yang mengenali si pendekar Murim.
Salah satu kepiawaiannya adalah mengantarkan banyak srikandi- srikandi dari kepulauan tersebut untuk berkunjung ke Kepulauan Murim tempat asal si pendekar untuk dilatih bersilat plastik. Menurut kabar burung yang terakhir yang sempat santer beredar, disitulah si pendekar Murim mendapatkan rezekinya. Sampai akhirnya kabut putih melanda dunia, sang pendekar pun banting setir dari dunia yang beberapa tahun belakangan digelutinya.
Di suatu sore, entah karena kebetulan atau pun disengaja, si pendekar bertemu dengan seorang pendekar gembul disuatu tempat pengajian, sehabis main barang Tuhan bagi rata. Keakraban pun terjalin, dibisikilah sang pemuda tersebut oleh si pendekar Murim, “Tahukah kamu, bahwa sang Hulubalang memiliki pujaan hati di Murim? Kita dapat manfaatkan itu dan tidak ada yang sadar Hulubalang ambil bagian dari dunia persilatan”
“Oh benarkah?” jawab sang pendekar Kepulauan Murim. Sang pendekar gembul pun membalas “Bener! Selagi beliau menjadi Hulubalang, mari kita warnai dunia persilatan kepulauan.” Singkat cerita, pemuda gemuk, pendekar Murim dan hulubalang pun membuat Padepokan Silat di negeri Murim.
Akan tetapi sang pemuda gemuk mengatakan bahwa para sesepuh di kepulauan Murim akan senang bila nama Hulubalang dijadikan pengawas Padepokan Silat itu. Padepokan Silat itu pun memiliki persediaan perlengkapan atribut – atribut Pencak Silat yang beraneka ragam. Selain baju silat, ada topi, kacamata, sarung tangan, maupun alat tes tenaga untuk menentukan manakan seseorang yang memiliki bakat untuk menjadi pesilat tangguh dan mana yang sama sekali tidak berbakat dibidang tersebut. Diantara beberapa alat tes tenaga yang dibutuhkan, ada 3 barang yang dimiliki oleh si pendekar Murim.
Mulailah strategi untuk penjualan barang – barang yang mereka punya. Transaksi bisnis pun dilakukan di kediaman sang Hulubalang negeri kepulauan Murim. Baju lengkap dipatok harga 3,500 lembar sayap, dgn kualitas Murim yang tersohor sebagai kualitas yang tidak dimiliki oleh para pesilat – pesilat lain pada umumnya.
Kemudian disetlah 3 buah alat tes tenaga dari Murim itu disebarkan ke 3 anak buah Hulubalang, dengan nilai yang dianggap sangat cocok. Merekapun mengambil keputusan untuk bekerja sama dengan Elang Kepulauan sebagai Padepokan Silat yang dimiliki oleh kepulauan untuk supply ke tempat kediaman sang Hulubalang.
Pemesanan barang yang pertama pun datang sebanyak 5,000,000 buah pakaian lengkap dengan imbalan sebanyak 3,500 lembar sayap. Sementara sang pendekar Murim, membeli barang tersebut dengan biaya sekitar 750 lembar sayap. Pendekar gemuk, pendekar Murim dan Hulubalang pun riang gembira.
Kabar yang menggairahkan itu pun di dengar oleh para petinggi di daerah kepulauan – kepulauan lainnya. Dengan serta merta, mereka pun ambil peluang dan ikut dalam bisnis menggiurkan tersebut. Sesuai arahan dari sang Hulubalang, para petinggi dari kepulauan – kepulauan itupun mengirimkan berlembar – lembar sayap ke Hulubalang agar mereka dapat membeli baju perlengkapan silat sebanyak 3,000,000 set, walau cuma ada 570 daerah kepulauan teb.
Secara paralel, alat tes tenaga silat itu dilakukan dengan cara kerjasama dengan Elang Kepulauan, yang menyatakan akan membeli sebanyak 10,000 alat dengan syarat sang Hulubalang diminta untuk mengirimkan banyak sekali sayap – sayap darurat untuk pengiriman alat tersebut.
Setelah sang Hulubalang, pemuda gemuk, pendekar Murim, dan Elang Kepulauan berdiskusi dan meminta restu dari seorang Hulubalang Pondok Persilatan, muncullah kesepakatan untuk membandrol harga 1 alat test tenaga dengan senilai 1,000,000,000 lembar sayap dengan ketentuan bahwa alat test tenaga tersebut didatangkan dari negeri Murim. Pendekar Murim pun hanya mengambil alat tes tenaga sebesar 225,000,000 lembar sayap.
Kerjasama mereka pun akhirnya membuahkan hasil yang bermanfaat bagi dunia persilatan kepulauan, dengan total lebih dari 500 juta jumlah baju lengkap pesilat dan lebih dari 30,000 alat tenaga test pesilat telah didistribusikan untuk meningkatkan kapasitas para pesilat di Kepulauan.
Setelah setahun lebih berkerjasama, kerjasama tersebut pun dihentikan karena sang Hulubalang memasuki usia senja, dan sang pendekar gemuk dan pendekar Murim pun kembali ke jalannya masing – masing seperti sedia kala, sambil membawa lembaran – lembaran sayap yang teramat banyak, mereka menganggap bahwa lembaran – lembaran sayap yang mereka punya dapat membuat mereka terbang ke Surga.