Mungkin sudah banyak orang yang melihat video viral Ibu Fitriana dari Jember, Jatim, yang dilecehkan oleh sekelompok besar Polisi, TNI dan Nakes yang bahkan secara ilegal masuk ke rumahnya tanpa izin dan melakukan pemeriksaan ilegal terhadap surat sepeda motor di tanah milik pribadinya.
Berikut 2 video tentang kejadian tersebut:
Ibu Fitriana merekam sendiri saat kejadian:
Wawancara dengan Ibu Fitriana oleh media lokal setelah kejadian:
Akibat kejadian ini menjadi viral di media sosial, ada pernyataan publik Polda Jatim yang dilansir detik.com:
Tautan artikel: https://news.detik.com/berita/d-5940557/kapolsek-adu-mulut-dengan-warga-tolak-vaksin-polda-jatim-miskomunikasi/2
Dapat dibuktikan bahwa pernyataan berikut ini dari Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Gatot adalah bohong. Seperti biasa, Detik.com bertindak sebagai alat propaganda rezim dan menyebarkan kebohongan ini tanpa memeriksa kebenarannya:
Lebih lanjut Gatot menjelaskan, polisi meminta kartu identitas warga untuk melakukan pendataan terhadap mereka yang belum divaksin. Namun saat itu warga tersebut tidak memiliki kartu identitas sehingga petugas meminta surat kendaraan untuk didata.
“Jadi kan kita mendata. Kalau dia nggak punya surat keterangan, apa sajalah, SIM atau yang mungkin bisa didatakan. Karena dia nggak ada identitas. Ya namanya ungkapan masyarakat situ kan, harus penuh kesabaran dari kita,” imbuhnya.
Berikut pernyataan Ibu Fitriani di Facebook:
Tim kami juga menghubungi Ibu Fitriana melalui Whatsapp dan beliau telah mengkonfirmasi kepada kami bahwa Polisi berbohong dan bahkan mengirimkan foto KTP dirinya dan keluarga sebagai bukti (kami tidak menunjukkan foto-foto ini untuk melindungi privasinya)
Pernyataan Ibu Fitriana by Whatsapp:
Selain praktik aparat yang terungkap dalam kasus ini, penggunaan intimidasi untuk memaksakan vaksin yang tidak berguna, tidak efektif dan berbahaya terhadap rakyat biasa, Polisi dalam hal ini telah melakukan tindak kriminal dan harus diadili:
Pasal 167 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):
“Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Selain itu, tidak ada dasar hukum untuk meminta KTP dari orang-orang yang menolak vaksinasi. Itu juga adalah pelanggaran hukum.
Tentu juga harus ada hukuman bagi anggota Polri yang berbicara tentang “bahaya Omicron” tanpa memakai masker. Masker tidak berguna dan tidak mencegah penularan Covid19, ini sudah dibuktikan oleh semua ilmu pengetahuan, tetapi jika aparat menegakkan aturan yang tidak berguna dan inkonstitusional ini pada rakyat biasa, itu juga harus ditegakkan terhadap mereka.
Kami akan memantau kasus ini dengan ketat, membantu Ibu Fitriana dan mengambil segala tindakan yang mungkin untuk mencoba membuat orang-orang yang terlibat dalam kejahatan ini diadili.
Mari kita ingat bahwa pemerintah secara resmi mengatakan bahwa vaksin Covid19 tidak mencegah infeksi dan penularan, sehingga semua kegiatan ilegal yang melibatkan Polri dan TNI ini terbukti tidak ada kaitannya dengan kesehatan masyarakat. Ini adalah bukti bahwa pemerintah telah menjadi musuh rakyat dan vaksinasi Covid19 merupakan agenda untuk menerapkan kediktatoran.
Tautan ke artikel: https://www.inews.id/news/nasional/jubir-vaksin-covid-19-bukan-mencegah-penularan