Dalam seminggu terakhir, kami telah menerbitkan artikel tentang dua pelanggaran berat oleh rezim terhadap konstitusi, hukum dan hak asasi manusia:
Artikel: KTP Digital: Pelanggaran Konstitusi, Hukum dan HAM
Artikel: RUU Omnibus Law Kesehatan: Pencabutan HAM dan Demokrasi
Rezim telah membuang konstitusi ke tempat sampah dan kegilaan terbaru sebenarnya bukanlah kejutan: Menikah harus punya aplikasi dan sertifikat “Elsimil”!
Artikel Kompas tanggal 11 Februari 2023: “BKKBN: Menikah Harus Punya Sertifikat Elsimil, Ini Cara Daftarnya”
Kutipan dari artikel:
“Calon pengantin wajib mengunduh aplikasi ini tiga bulan sebelum menikah. Selanjutnya, mereka mengisi kuesioner Elsimil berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan calon pengantin.
Berikutnya, aplikasi akan melakukan penilaian otomatis untuk menentukan apakah kondisi calon pengantin perempuan itu ”ideal” atau ”berisiko” untuk hamil dan melahirkan.
Ketua BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) Hasto Wardoyo manyampaikan, bahwa sertifikat ini menjadi syarat wajib yang harus dimiliki oleh calon pengantin. “Jika belum memiliki sertifikat Elsimil maka belum boleh dinikahkan”
Artikel tambahan dari Tribunnews: “Mulai 1 Maret Calon Pengantin Wajib Periksa Kesehatan, Kepala BKKBN RI Ungkap Tujuannya”
Kutipan dari artikel:
““Saya declare, mulai 1 Maret kalau mau nikah harus menunjukkan sertifikat pranikah ELSIMIL. Kalau belum diperiksa, maka jangan dinikahkan…” tegas Kepala BKKBN RI, Hasto kepada Kompas.com, Senin (13/2/2023).”
Syarat ini dilakukan berdasarkan “deklarasi” saja (Pernyataan “Saya declare…” dalam artikel Tribunnews di atas) oleh kepala BKKBN, bahkan tanpa surat atau peraturan tertulis, dan diklaim untuk tujuan mengurangi/mencegah stunting. Kami sangat mendukung upaya untuk mencegah stunting, namun jelas bahwa aplikasi handphone dan kewajibannya tidak mungkin dapat mencegah stunting. Banyak upaya lain yang lebih efektif dapat dilakukan, misalnya memberikan makanan sehat seperti buah dan sayur kepada anak-anak di sekolah, edukasi tentang nutrisi dan makanan sehat kepada keluarga, menawarkan konsultasi dan/atau bantuan ahli gizi kepada calon pengantin atau pasangan di KUA/Gereja dll, reformasi bantuan sosial misalnya untuk mencegah penggunaan dana untuk hal-hal seperti membeli rokok dst.
Penggunaan aplikasi ELSIMIL secara sukarela tentu saja dapat direkomendasikan kepada pasangan dan mungkin berguna bagi sebagian orang tetapi persyaratan atau paksaan apa pun tidak dapat diterima.
Selain tidak masuk akal, masalah utama adalah pelanggaran konstitusi, hukum dan HAM berat. Perkawinan adalah hak konstitusional, dan seperti semua hak konstitusional lainnya tidak dapat dibatasi atau berdasarkan persyaratan apa pun kecuali oleh undang-undang (dan tentu saja tidak berdasarkan “Saya declare…”):
Pasal 28B Undang-Undang Dasar 1945 (https://www.dpr.go.id/jdih/uu1945):
Ayat (1) “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.”
Hak yang sama juga diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, berarti pernikahan adalah Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dibatasi dengan syarat apapun, kecuali syarat yang diatur dalam Undang-Undang terkait, seperti larangan pernikahan anak-anak atau antara anggota keluarga dekat atau antara orang-orang dari jenis kelamin yang sama.
Pasal 10 Ayat (1): “Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui pernikahan yang sah.”
Segala syarat dan batasan perkawinan diatur dalam Undang-Undang Perkawinan (UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), syarat atau pembatasan apapun yang tidak diatur dalam UU tersebut adalah ilegal.
Syarat Aplikasi dan Sertifikat Kesehatan ELSIMIL juga melanggar Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan:
Pasal 5 Ayat (3): “Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.”
Pasal 57 Ayat (1): “Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.”
Dasar perkawinan adalah agama, baik dari segi hak maupun kewajiban, dan pernikahan adalah salah satu hal yang paling sakral di hampir semua agama.
Misalnya dalam Islam terdapat 5 rukun nikah yang telah disepakati para ulama dan wajib dipenuhi agar pernikahan dinyatakan sah. Berikut adalah 5 rukun nikah dalam Islam:
1. Terdapat calon pengantin laki-laki dan perempuan yang tidak terhalang secara syar’i untuk menikah
2. Calon pengantin perempuan harus memiliki wali nikah
3. Pernikahan dihadiri dua orang saksi laki-laki untuk menyaksikan sah tidaknya pernikahan
4. Diucapkannya ijab dari pihak wali pengantin perempuan atau yang mewakilinya
5. Diucapkannya kabul dari pengantin laki-laki atau yang mewakilinya
(Baca penjelasan lengkap: https://t.me/investigasiKIPI/149858)
Tidak ada agama yang memiliki ketentuan untuk mewajibkan penggunaan aplikasi ponsel atau berbagi data kesehatan pribadi dengan pemerintah. Menyatakan persyaratan tambahan untuk menikah bahkan bisa dianggap sebagai penistaan.
Rezim benar-benar sudah gila. Mereka telah kehilangan akal sehat. Mereka telah kehilangan nurani dalam berkehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bertanah air. Mereka ingin mengontrol semua aspek kehidupan rakyat dan menggunakan alasan kesehatan untuk membenarkan segala macam invasi ke dalam kehidupan rakyat dan pelanggaran konstitusi, hukum dan HAM, seperti yang juga bisa kita lihat dengan RUU Omnibus Law Kesehatan dan KTP Digital yang memuat data vaksinasi.
Sama halnya dengan KTP Digital, kami sedang mempersiapkan gugatan terhadap persyaratan ELSIMIL untuk menikah.
Video Babeh Aldo: