Kami telah mendapatkan putusan gugatan “diskriminasi” (Perkara No. 274/G/TF.2022/PTUN.JKT, Objek “Pembatasan Akses Ruang dan Layanan Publik Berdasarkan Status Vaksinasi”):
M E N G A D I L I
Eksepsi
Menerima eksepsi Tergugat I dan Tergugat II tentang Para Penggugat tidak mempunyai kepentingan untuk mengajukan gugatan;
Pokok Perkara
- Menyatakan gugatan Para Penggugat tidak diterima;
- Menghukum Para Penggugat untuk membayar biaya perkara ini sejumlah Rp453.900,00 (empat ratus lima puluh tiga ribu sembilan ratus rupiah);
Link dokumen putusan lengkap, putusan ada di halaman 195: https://drive.google.com/file/d/1Y-FnYJmFnFmlriqadXRKKSFp36idydtb/view?usp=sharing
Putusan seperti ini dimana “gugatan tidak diterima” berdasarkan penerimaan Eksepsi yang diajukan oleh Tergugat cukup biasa, akan tetapi dalam perkara ini kita dapat menemukan pembodohan yang luar biasa dalam penjelasan putusan (halaman 193):
“Menimbang, bahwa pada tanggal 30 Desember 2022, Pemerintah dalam hal ini Presiden RI (Tergugat I) secara resmi mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) (https://www.presidenri.go.id/siaran-pers/pemerintah-resmi-cabut-kebijakan-ppkm-mulai-hari-ini/) yang kemudian ditindaklanjuti dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2022 tentang Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 Pada Masa Transisi Menuju Endemi;
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian keadaan hukum pada paragraf sebelumnya, Pengadilan berpendapat bahwa telah terjadi perubahan keadaan hukum atas tindakan administrasi pemerintahan sebagaimana objek sengketa menjadi Para Tergugat tidak lagi melakukan pembatasan akses ruang dan layanan publik berdasarkan status vaksinasi;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Pengadilan berkesimpulan bahwa Para Penggugat tidak memilik kepentingan untuk mengajukan gugatan, oleh karena apa yang hendak dicapai dengan melakukan suatu proses gugatan a quo telah terpenuhi. Dengan demikian, karena ketentuan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara tidak terpenuhi maka eksepsi Tergugat I dan Tergugat II tentang Para Penggugat tidak mempunyai kepentingan untuk mengajukan gugatan beralasan dan berdasar hukum untuk diterima;”
Kami telah mengajukan Banding terhadap putusan ini dan di bawah ini adalah isi Memori Banding yang menjelaskan mengapa putusan ini benar-benar konyol:
“Bahwa objek gugatan bukanlah kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) atau INMENDAGRI tentang PPKM akan tetapi Tindakan Faktual pembatasan akses ruang dan layanan publik berdasarkan status vaksinasi;
Bahwa PPKM sejak awal dilaksanakan melalui INMENDAGRI Tergugat III; Para Pembanding telah menjelaskan rincian objek gugatan dalam surat gugatan (I. Objek Sengketa) yang termasuk berbagai KTUN, akan tetapi INMENDAGRI tentang PPKM tidak termasuk. Sebaliknya, KTUN dari Terbanding III yang termasuk dalam objek gugatan adalah “Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Mendagri (Tergugat III) Nomor 440/3917/SJ tanggal 11 Juli 2022 tentang Percepatan Vaksinasi Dosis Lanjutan (Booster) Bagi Masyarakat.” yang tidak dicabut. Pencabutan PPKM melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2022 tidak ada kaitan dengan objek gugatan dan perkara ini.
Bahwa “pencabutan PPKM” tidak menimbulkan perubahan apapun terkait objek gugatan, semua pembatasan dan kewajiban sesuai objek gugatan (I. Objek Sengketa, nomor 2.) tidak dicabut dan masih berlaku karena tidak pernah diatur dalam INMENDAGRI tentang PPKM, akan tetapi diatur dalam berbagai KTUN lain sesuai penjelasan dalam surat gugatan poin I. Objek Sengketa nomor 3. dan semua KTUN tersebut tidak dicabut/masih berlaku.
Bahwa uraian dalam poin 3. dan 4. di atas dapat dilihat dari berbagai penjelasan pemerintah dan berita media, Kewajiban dan Pembatasan sesuai I. Objek Sengketa poin nomor 2. masih berlaku/terjadi secara faktual:
- Kewajiban booster untuk naik pesawat, yang diatur melalui Surat Edaran Tergugat II dan Tergugat IV masih berlaku meskipun “PPKM dicabut”: Vide Artikel Kompas tanggal 3 Januari berjudul “PPKM Dicabut, Simak Aturan Naik Pesawat Terkini” https://travel.kompas.com/read/2023/01/03/103307627/ppkm-dicabut-simak-aturan-naik-pesawat-terkini?page=all.
- Kewajiban booster untuk naik Kereta Api, yang diatur melalui Surat Edaran Tergugat II dan Tergugat IV masih berlaku meskipun “PPKM Dicabut: Vide Artikel Kompas tanggal 8 Januari 2023 berjudul “Ramai soal Fasilitas Healthy Kit di Kereta Api Jarak Jauh Ditiadakan, Penumpang Masih Harus Pakai Masker?” https://www.kompas.com/tren/read/2023/01/08/140500965/ramai-soal-fasilitas-healthy-kit-di-kereta-api-jarak-jauh-ditiadakan?page=all
- Kewajiban booster dan PeduliLindungi masih berlaku berdasarkan Surat Edaran Tergugat II dan Tergugat IV yang tidak dicabut: Vide Artikel Kompas tanggal 3 Januari 2023 berjudul “PPKM Dicabut, Penumpang Pesawat di 2 Bandara Sumsel Tetap Wajib Vaksin Booster” https://regional.kompas.com/read/2023/01/03/134317378/ppkm-dicabut-penumpang-pesawat-di-2-bandara-sumsel-tetap-wajib-vaksin?page=all.
- Semua kewajiban dan pembatasan berdasarkan status vaksinasi, termasuk PeduliLindungi, masih berlaku, tidak ada perubahan: Vide Artikel Detik tanggal 2 Januari 2023 berjudul “Seperti Apa Syarat Perjalanan Setelah PPKM Dicabut? Ini Aturannya” https://news.detik.com/berita/d-6494676/seperti-apa-syarat-perjalanan-setelah-ppkm-dicabut-ini-aturannya.
Bahwa Tergugat III telah menyatakan bahwa PPKM dapat dilaksanakan kembali kapan saja dan oleh karena itu, PPKM sebenarnya harus dianggap sebagai ditunda atau dicabut sementara, bukan dicabut. Dalam perkara ini sudah terbukti bahwa semua kewajiban dan pembatasan terkait Covid-19 (termasuk PPKM) dilakukan tanpa mempertimbangkan data dan fakta apapun, tidak memiliki dasar atau manfaat apapun dan melanggar hukum dan HAM, oleh karena itu penting untuk memutuskan pokok perkara; setelah putusan bahwa objek gugatan melanggar hukum, Para Terbanding dan pemerintah secara umum tidak lagi akan bisa melakukan kewajiban dan pembatasan yang melanggar hukum dan HAM. (Artikel Antara tanggal 31 Desember 2022 berjudul “Mendagri : PPKM berlaku kembali jika COVID-19 melonjak” https://kupang.antaranews.com/berita/104133/mendagri–ppkm-berlaku-kembali-jika-covid-19-melonjak)
Bahwa “Pencabutan PPKM” adalah penipuan yang dilakukan oleh Tergugat I bersama Tergugat III untuk membenarkan pengeluaran PERPPU Cipta Kerja (yang dikeluarkan pada hari yang sama “PPKM dicabut”). PPKM dianggap sebagai kebijakan yang mengganggu ekonomi dan selama PPKM masih ada, Tergugat I tidak akan memiliki kredibilitas dalam pernyataan bahwa PERPPU Cipta Kerja dikeluarkan karena alasan darurat ekonomi. Dengan membaca secara cermat dan benar INMENDAGRI terakhir tentang PPKM (Nomor 50 dan 51 tahun 2022) sebelum “PPKM dicabut”, maka jelas bahwa PPKM tersebut tidak memuat batasan kapasitas untuk sektor manapun, mencabutnya secara faktual tidak berpengaruh karena semua sektor sudah 100% terbuka sebelumnya dan semua kewajiban dan pembatasan (objek gugatan) diatur dalam berbagai KTUN lain yang tidak dicabut. INMENDAGRI Nomor 53 Tahun 2022 adalah kertas bisu dengan tujuan menciptakan narasi tertentu, yang sebenarnya tidak mencabut apa-apa karena semua ketentuan yang “dicabut” sudah tidak lagi ada sebelumnya.
Bahwa pernyataan majelis hakim tingkat pertama “telah terjadi perubahan keadaan hukum atas tindakan administrasi pemerintahan sebagaimana objek sengketa menjadi Para Tergugat tidak lagi melakukan pembatasan akses ruang dan layanan publik berdasarkan status vaksinasi” dan “yang hendak dicapai dengan melakukan suatu proses gugatan a quo telah terpenuhi” terbukti sepenuhnya salah, tidak masuk akal dan harus ditolak dengan tegas. Semua pembatasan dan kewajiban sesuai objek gugatan masih berlaku. Oleh karena dasar putusan terbukti salah, maka putusan harus ditolak dan dicabut.
Bahwa pernyataan majelis hakim tingkat pertama “Para Penggugat tidak memilik kepentingan untuk mengajukan gugatan” sangat tidak masuk akal. Apabila benar objek gugatan telah dicabut (yang tentu saja terbukti tidak benar), maka hal itu tidak relevan karena gugatan telah diajukan sebelum pencabutan objek gugatan dan pada waktu gugatan diajukan, Para Penggugat tentu saja memiliki kepentingan untuk mengajukannya.
Bahwa apabila benar objek gugatan telah dicabut (yang tentu saja terbukti tidak benar) bukan berarti Para Penggugat tidak lagi memiliki kepentingan, yang dapat dilihat dari Petitum poin nomor 2. “Menyatakan tindakan Pemerintahan Tergugat I bersama dengan Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV berupa tindakan Pembatasan akses ruang dan layanan publik berdasarkan status vaksinasi adalah Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad)”. Putusan tentang sah tidaknya objek gugatan tetap harus dilakukan karena berimplikasi lebih lanjut terhadap hak Para Penggugat yang terbukti dirugikan oleh objek gugatan, misalnya terkait aspek perdata seperti tuntutan ganti rugi berdasarkan putusan PMH dalam perkara ini.
Bahwa majelis hakim tingkat pertama telah mencampur hal-hal yang berbeda dengan pernyataan tersebut: “eksepsi Tergugat I dan Tergugat II tentang Para Penggugat tidak mempunyai kepentingan untuk mengajukan gugatan beralasan dan berdasar hukum untuk diterima”. Dalam Eksepsi bahwa Para Pembanding tidak memiliki kepentingan untuk mengajukan gugatan, Terbanding I dan II pada dasarnya mendalilkan bahwa Para Pembanding tidak dirugikan karena mereka sengaja mengabaikan “kewajiban vaksinasi” yang diklaim sesuai peraturan perundang-undangan berlaku untuk setiap warga. Para Pembanding telah membuktikan bahwa itu keliru dan tidak ada “kewajiban vaksinasi” untuk setiap warga dan bahwa Para Pembanding jelas tidak wajib untuk divaksin. Eksepsi tersebut tidak dapat digunakan terkait pencabutan objek gugatan, tidak ada hubungan sama sekali. Tidak ada Eksepsi Tergugat dalam perkara ini terkait pencabutan objek gugatan dan majelis hakim tentu saja tidak dapat sendiri menciptakan dan mengabulkan Eksepsi Tergugat yang tidak pernah diajukan oleh Tergugat.
Bahwa majelis hakim tingkat pertama telah sepenuhnya mengabaikan objek gugatan dan telah memutuskan bahwa objek gugatan dicabut tanpa memberikan bukti apapun, tanpa mempertimbangkan fakta atau memeriksa apakah berbagai pembatasan, kewajiban dan KTUN sesuai objek gugatan telah dicabut atau masih berlaku. Sesuai penjelasan dalam poin 5. di atas, semua fakta tersedia untuk umum dari media dan majelis hakim dapat dengan mudah belajar arti dari “Pencabutan PPKM” sebelum mengeluarkan putusan. Menurut Para Pembanding telah terjadi pelanggaran kode etik hakim dan pelanggaran hukum acara pada tingkat pertama.”
Bagaimana ini mungkin? Apakah para hakim ini sama sekali tidak kompeten, malas melakukan tugasnya atau ada kolusi dengan pemerintah?
Bagi yang ingin membaca dokumen gugatan lengkap termasuk kesimpulan, sudah kami publikasikan sebelumnya. Link Artikel: https://investigasi.org/kesimpulan-gugatan-diskriminasi-berdasarkan-status-vaksinasi/
Tonton video Babeh Aldo tentang putusan ini yang termasuk informasi menarik tambahan:
: