Tampaknya seluruh dunia sudah menjadi gila setelah “varian” Covid19 baru yang disebut Omicron muncul. Propaganda, disinformasi dan ketakutan yang menyebar dari Pemerintah dan Media telah mencapai tingkat absurditas baru. Jadi Kami sangat merasa perlu memberikan informasi yang faktual.
Apa itu Omicron?
Mesin propaganda memberi kesan virus baru telah muncul. Pada kenyataannya, varian Omicron adalah virus Covid19 yang sama (nama teknis Sars-Cov2) dengan beberapa mutasi, terutama pada protein lonjakan atau spike protein.
Gambar berikut menunjukkan mutasi varian Delta dan varian Omicron (berwarna) dibandingkan dengan virus asli Wuhan (abu-abu):
Apakah Omicron berbahaya?
Propaganda ketakutan mencoba membuat kita percaya bahwa varian Omicron sangat berbahaya. Pemerintah dan juga Media sangat-sangat tidak bertanggung jawab telah menciptakan ketakutan seperti itu di masyarakat, yang mana pada kenyataannya menciptakan ketakutan itu bisa disamakan dengan aksi terorisme yang juga berakibat sama menimbulkan ketakutan kepada masyarakat.
Berikut adalah contoh propaganda ketakutan yang disebarkan oleh Pemerintah di media sosial dengan menggunakan Cyber Terror Army:
Media menyebar ketakutan dan omong kosong tanpa bukti atau dasar apapun:
Apa yang sebenarnya terjadi?
Dokter Pemerintah Afrika Selatan yang pertama kali menemukan varian Omicron mengatakan varian baru ini tidak berbahaya:
“Kasus yang terjadi sejauh ini semuanya kasus ringan, kasus ringan hingga sedang, dan itu pertanda baik,” kata Profesor Barry Schoub, seraya menambahkan bahwa ini masih awal dan belum ada yang pasti.
Yang paling penting, dan bertentangan dengan narasi ketakutan oleh media arus utama, Schoub mengatakan bahwa sejumlah besar mutasi yang ditemukan pada varian Omicron tampaknya membuat virus tidak stabil, yang mungkin membuatnya kurang “cocok” daripada varian Delta yang dominan.
Disebarkan ke seluruh dunia oleh orang yang divaksiasi
Meskipun ada beberapa spekulasi (dipropagandakan secara salah dengan Telah Terkonfirmasi) bahwa varian Omicron “disebabkan” oleh pasien AIDS, pada kenyataannya hampir semua kasus yang sudah dikonfirmasi ulang sejauh ini adalah hanya terjadi pada orang yang sudah divaksinasi.
Pemerintah Botswana juga sudah mengeluarkan pernyataan bahwa semua kasus yang ditemukan di sana adalah orang-orang yang sudah divaksinasi lengkap dan semua klaim tentang hubungan dengan HIV/AIDS adalah salah:
Kita juga bisa menggunakan logika sederhana dan akal sehat. Varian Omicron dimulai di Afrika dan sekarang telah ditemukan di banyak negara lain seperti Australia, Eropa, Israel, Kanada dll. Semua negara tersebut memiliki persyaratan vaksin untuk orang yang datang dari luar negeri, jadi jelas hanya orang yang sudah divaksinasi yang hanya dapat menyebarkan varian Omicron ke negara-negara tersebut.
Fakta ini jelas menunjukkan bahwa vaksin saat ini sangat tidak efektif melawan varian Omicron dan orang yang divaksinasi adalah penyebab wabah baru ini. Bahkan CEO pembuat Vaksin Moderna mengakui hal ini:
Ini tidak berarti orang yang tidak divaksinasi tidak dapat tertular dari yang divaksinasi dan juga terinfeksi oleh varian Omicron ini, tetapi Kami yakin bahwa kemungkinan besar tidak akan banyak terjadi kasus positif terkonfirmasi varian Omicron di Indonesia pada orang yang tidak divaksinasi, dikarenakan kekebalan alami dan kekebalan komunitas (Herd Immunity) yang sudah tercipta di masyarakat Indonesia selama hampir 2 tahun lamanya. Detailnya akan dijelaskan kemudian di artikel ini.
Yang paling konyol dari semua ini adalah ADA seorang “AHLI” telah membuat Pernyataan yang terbukti Palsu (=HOAX) hanya dalam Satu hari setelah varian baru Omicron ini diumumkan oleh media lokal dan media internasional.
Tidak terlalu mengherankan, karena “AHLI” ini sudah dikenal SERING SEKALI membuat Klaim Palsu yang tidak berdasarkan Data dan Bukti-bukti ilmiah. Dan ironisnya, Media lokal masih juga mempublikasikan omong kosong seperti itu untuk menakut-nakuti masyarakat.
Seperti biasa, CNN Indonesia dengan cepat mengikuti dengan berita palsu mereka sendiri:
Bagaimana varian seperti Omicron terjadi?
Semua organisme akan terus bermutasi, dan tujuan bermutasi supaya terjadi hasil mutasi yang akan lebih bisa beradaptasi dengan lingkungannya dan akan memiliki peluang bertahan hidup yang jauh lebih baik, sehingga mereka menjadi dominan. Inilah yang disebut evolusi.
Narasi propaganda adalah bahwa orang yang tidak divaksinasi menyebabkan varian seperti Omicron. Kenyataannya TIDAK PERNAH ada bukti yang bisa diajukan untuk klaim ini. Berikut adalah contoh. Tanyakan saja pada diri sendiri, bagaimana mereka yang membuat narasi propaganda bisa mengetahui hal2 di bawah ini beberapa hari setelah varian Omicron ditemukan?
Memang benar bahwa virus bermutasi di semua organisme yang mereka infeksi, tetapi di lingkungan alami (tanpa adanya vaksin), virus menjadi kurang berbahaya dari waktu ke waktu. Ini demi kepentingan terbaik virus itu sendiri, karena mereka hanya dapat bereplikasi pada organisme yang masih hidup, jika virus terlalu mematikan dan membunuh inangnya, maka virusnya juga tidak dapat bereplikasi dan menyebar karena akan ikut mati bersama inangnya yang sudah diinfeksi mereka.
Ketika kita mencampur dalam proses evolusi alami virus dengan menggunakan vaksin, mekanisme alami ini berubah. Kebanyakan orang sudah tahu bahwa bakteri bisa menjadi kebal terhadap antibiotik, inilah alasan mengapa sudah ada beberapa bakteri mematikan yang tidak lagi bisa dibunuh oleh antibiotik apa pun. Evolusi bakterinya telah membuat mereka kebal terhadap antibiotik. Hal serupa terjadi juga pada virus dan vaksin yang “bocor”. Vaksin bocor adalah definisi vaksin yang tidak mensterilkan virus, di mana orang yang divaksinasi tetap akan bisa terinfeksi. Semua orang sudah tahu bahwa orang yang divaksinasi masih bisa tertular virus Covid19. Kenyataannya, seperti yang sudah diakui Kementerian Kesehatan, vaksin Covid19 yang ada saat ini tidak memberikan perlindungan dari infeksi dan penyebaran, sehingga orang yang divaksinasi tetap harus memakai masker. Kita bisa melihat data, misalnya dari pemerintah Inggris, yang menunjukkan hal ini dengan sangat jelas. Orang yang divaksinasi adalah garis merah, yang tidak divaksinasi hijau:
(Untuk semua data terbaru tentang Efektivitas dan Keamanan vaksin, baca artikel ini)
Dalam lingkungan seperti itu, virus bersentuhan dengan antibodi dari vaksin, yang memungkinkan mereka berevolusi melalui mutasi yang resisten terhadap antibodi tersebut. Dengan vaksin Covid19, ini lebih parah lagi, antibodi dari vaksin hanya menyasar sebagian kecil virus (spike protein atau protein lonjakan atau protein S), sehingga virus hanya perlu melakukan mutasi kecil pada spike protein untuk menjadi resisten terhadap vaksin. Hal ini tentunya tidak akan pernah terjadi kepada orang yang tidak divaksinasi, virus yang menginfeksi orang yang tidak divaksinasi tidak dapat bermutasi atau menjadi varian yang resisten terhadap vaksin.
Seperti yang Kami sudah sebutkan, klaim bahwa orang yang tidak divaksinasi akan menyebabkan varian baru tidak pernah terbukti tetapi fakta yang terjadi adalah setelah ada vaksin justru malah menyebabkan varian muncul dan ini adalah ilmu dasar virologi dan telah dibuktikan oleh banyak penelitian. Berikut Kami tunjukkan 2 studi:
- “Vaksin Mendorong Patogen untuk Berevolusi” Studi Asli | Studi yang Diterjemahkan
- Studi baru ini secara khusus menunjukkan bagaimana vaksinasi massal Covid19 menyebabkan mutasi/varian, termasuk Omicron, yang resistan terhadap vaksin. Studi lengkap dapat diakses oleh para ilmuwan melalui institusi mereka. Masyarakat umum dapat membaca ringkasannya: Studi
Jadi ingatlah baik-baik: Varian yang kebal vaksin disebabkan oleh orang yang sudah divaksinasi.
Kekebalan Alami vs Vaksin
Seperti yang telah Kami tunjukkan pada artikel Kami sebelumnya dengan menggunakan data, hampir semua orang di Indonesia sudah pernah terinfeksi Covid19 (banyak OTG), setidaknya 80%. (Baca artikel). Jadi seberapa efektif kekebalan alami ini terhadap varian Omicron, dan bagaimana dibandingkan dengan “kekebalan” dari vaksin?
Varian Omicron sangat baru, jadi sejauh ini datanya sangat sedikit. Jadi cara terbaik Kami untuk menilai saat ini adalah dengan melihat efektivitas kekebalan alami terhadap varian Delta. Silakan baca artikel Kami tentang ini (Baca Artikel). Singkatnya, kekebalan alami sangat efektif melawan varian Delta, infeksi ulang sangat jarang, dibandingkan dengan infeksi orang yang sudah divaksinasi (Seperti yang telah Kami tunjukkan dalam paragraf “Bagaimana varian seperti Omicron terjadi?”, vaksin tidak melindungi dari infeksi)
Alasan utamanya adalah karena kekebalan alami menghasilkan antibodi terhadap semua bagian virus dari mulai tubuh/badan virus beserta isinya dan juga bagian kepala/corona dari virusnya (vaksin hanya terhadap spike protein). Jadi ketika beberapa bagian virus bermutasi, seperti yang terjadi pada varian Omicron, antibodi terhadap bagian virus yang lain masih efektif. Ini juga berarti bahwa ketika seseorang yang sebelumnya terinfeksi varian Delta, dan memiliki kekebalan darinya, antibodi mereka dapat menetralkan varian Omicron dan pada saat yang sama sistem kekebalan mendapat “update” untuk juga membuat antibodi terhadap mutasi baru varian Omicron. Dan seterusnya untuk semua varian yang akan datang. Beginilah cara semua kehidupan di bumi hidup berdampingan dengan virus selama jutaan tahun.
Tapi ada masalah besar. Para ilmuwan di Inggris telah menemukan bahwa vaksin Covid19 menghancurkan kemampuan sistem kekebalan untuk menghasilkan semua antibodi lain kecuali “S”, yang melawan Spike Protein. Penjelasan:
Data yang sangat penting: “pengamatan terbaru dari Badan Keamanan Kesehatan Inggris
(UKHSA) data surveilans bahwa tingkat antibodi N tampaknya lebih rendah pada individu yang memperoleh infeksi setelah 2 dosis vaksinasi.”
Antibodi N adalah hasil infeksi alami (bukan vaksin) dan menargetkan cangkang virus. Ini adalah antibodi yang efektif melawan varian dengan protein lonjakan bermutasi.
Jadi ini menunjukkan bahwa vaksin menghancurkan kekebalan alami.
Orang dengan kekebalan alami (hampir semua orang di Indonesia) terlindungi dari varian baru karena antibodi N. Setelah vaksinasi, perlindungan ini hilang. Antibodi S dari vaksinasi tidak berguna melawan varian (termasuk varian Delta dan Omicron). Dokumen pemerintah Inggris, Lihat Halaman 23
Ingat gambar di awal artikel ini? Semua warna abu-abu adalah bagian dari virus yang tidak bermutasi. Antibodi dari kekebalan alami dapat menyerang bagian tersebut dan menghentikan virus. Bagian merah (bermutasi) sebagian besar berada di atas, itu spike protein atau protein lonjakan. Karena semua vaksin dibuat untuk melawan hanya spike protein yang dari virus asli Wuhan, antibodi S yang mereka hasilkan tidak dapat mengenali dan melawan spike protein yang sangat bermutasi dari varian seperti Delta dan Omicron.
Hanya ada satu kesimpulan logis: Orang yang tidak divaksinasi, yang hampir semuanya sudah memiliki kekebalan alami, sangat aman dari varian Omicron. Orang yang sudah divaksinasi, bahkan jika mereka pernah terkena Covid19, telah kehilangan perlindungan yang kuat dan hanya akan menghasilkan antibodi “S”, yang tidak efektif. Dikombinasikan dengan fakta bahwa vaksin Covid19 juga umumnya akan merusak sistem kekebalan tubuh (baca artikel ilmiah kami tentang ini), kita dapat memperkirakan akan ada banyak masalah kesehatan yang serius akan terjadi pada masyarakat Indonesia yang sudah divaksinasi jika varian Omicron ini sudah masuk dan menyebar di Indonesia.
Vaksin dapat membuat infeksi Covid19 lebih berbahaya dan mematikan (Antibody-Dependent Enhancement/ADE)
ADE atau Antibody-Dependent Enhancement yaitu Peningkatan Ketergantungan-Antibodi sering disebut HOAX oleh Media, berdasarkan cek fakta yang dibayar oleh industri vaksin, tanpa pernah menunjukkan bukti apa pun. Kami memberikan ilmu yang nyata, bukan pernyataan kosong.
Dua Risiko ADE Berbeda untuk Antibodi SARS-CoV-2 Studi asli | Studi bahasa Indonesia
Infeksi SARS-CoV-2 dibantu oleh peningkatan ketergantungan-antibodi (ADE). Studi asli | Studi bahasa Indonesia
Peningkatan ketergantungan-antibodi (ADE) dari infeksi SARS-CoV-2 pada pasien COVID19 yang pulih: studi berdasarkan analisis biologi seluler dan struktural | medRxiv (preprint). Studi asli | Studi bahasa Indonesia
Vaksinasi SARS CoV-2 Autoimmunity, Antibody-Dependent Enhancement (ADE) dan Risiko Potensial Lainnya: Di Bawah Puncak Gunung Es. Studi asli (pdf)
Studi: Vaksin COVID-19 Dapat Menghancurkan Sistem Kekebalan Tubuh (ADE). Studi Asli | Studi bahasa Indonesia
Studi di Indonesia oleh Professor Nidom Foundation. Video
Ini adalah hal tambahan yang perlu menjadi perhatian utama, seperti banyak contoh studi kasus yang sudah ditunjukkan berdasarkan ilmu pengetahuan yang sudah dijelaskan di atas, bahwa orang yang sudah divaksinasi malah membuat kondisi yang sempurna supaya ADE bisa dapat dan banyak terjadi di dalam tubuh orang yang terinfeksi varian Omicron ini.
Kesimpulan Kami :
Absurditas klaim dari Media & Pemerintah serta kebijakan Pemerintah yang dibuat dalam menghadapi isu varian baru Omicron ini menjadi sangat jelas sekali yaitu memperingatkan semua orang untuk supaya HARUS DIVAKSINASI dikarenakan untuk menghadapi kedatangan varian baru Omicron ini. Padahal seperti sudah dijelaskan dengan data-data dan bukti-bukti di atas bahwa Vaksin sama sekali tidak berguna untuk melawan varian Omicron ini.
- Jika Anda belum divaksinasi, Anda aman. Lawan propaganda dan kebohongan, jangan divaksinasi.
- Jika Anda sudah divaksinasi dan varian Omicron tiba, berhati-hatilah, hindari keramaian, gunakan Prokes yang ketat dan terapkan gaya hidup yang sangat sehat untuk memberi tubuh Anda lebih banyak daya tahan. Ikuti artikel Kami tentang ini: Artikel
- Jangan percaya klaim dan propaganda dari Pemerintah dan Media. Mereka semua dikorupsi oleh pembuat vaksin dan perusahaan farmasi besar. Percaya saja pada ilmu pengetahuan tentang kesehatan yang diterbitkan dalam jurnal terkemuka dan data nyata yang bisa dikonfirmasi kebenarannya.
- Gunakan akal sehat tentang booster. Kita sudah melihat propaganda di berbagai negara bahwa orang yang sudah divaksinasi harus mendapatkan booster karena varian Omicron. Vaksin tidak melindungi dari varian Omicron, lalu bagaimana booster (yang menggunakan vaksin yang sama yang tidak bekerja) dapat membantu melawan varian Omicron? Booster hanya akan lebih merusak sistem kekebalan tubuh tanpa manfaat apapun dan meningkatkan risiko terjadinya KIPI.
Seperti yang telah terungkap, pemerintah membayar “influencer” untuk menyebarkan propaganda. Ketika Anda melihat tokoh masyarakat dan dokter mempromosikan “bahaya”, vaksin, PPKM dll di media sosial, ingat ini. Mereka dibayar untuk mengatakan apa pun yang rezim ingin mereka katakan:
“Jakarta, CNN Indonesia — Indonesian Corruption Watch (ICW) menyatakan pemerintah diduga menggelontorkan anggaran Rp90,45 miliar untuk jasa influencer, baik individu atau kelompok, dengan tujuan memengaruhi opini publik terkait kebijakan.” Artikel CNN Indonesia
Varian baru dan hal-hal seperti level PPKM adalah bagian dari operasi psikologis untuk menciptakan ketakutan, yang disebut gelombang teror (Waves of Terror). Ingat bahwa sampai saat ini kondisi sedang tenang (setelah “Gelombang Delta” dan PPKM Level 4), kemudian sekarang peningkatan level PPKM diumumkan, Media juga banyak melaporkan setiap hari tentang “kasus” lagi dan “varian baru” dengan nama yang terdengar sangat serius “Omicron” ditambahkan untuk meningkatkan ketakutan lebih banyak lagi.
Ini semua adalah bagian dari proses untuk menciptakan rezim totaliter, mengikuti prinsip yang sama yang sudah pernah digunakan oleh Nazi di Jerman dan Komunis di Rusia untuk menciptakan rezim mereka.
Selama tuntutan hukum Nuernberg setelah perang dunia ke-2, Herman Goehring (salah satu pemimpin tertinggi Nazi) ditanya bagaimana mereka membuat rakyat menerima rezim Nazi dan mengikuti semua yang diperintahkan rezim: “Sangat mudah, tidak ada hubungannya dengan Nazisme, itu ada hubungannya dengan sifat manusia. Anda dapat melakukannya di rezim Nazi, sosialis, komunis, dalam monarki dan bahkan dalam demokrasi. Satu-satunya hal yang perlu dilakukan untuk memperbudak orang adalah menakut-nakuti mereka. Jika Anda berhasil menemukan cara untuk menakut-nakuti orang, Anda dapat membuat mereka melakukan apa yang Anda inginkan.”