Pemerintah saat ini sangat berisik tentang booster vaksin Covid19. Mereka telah secara resmi mengumumkan bahwa mereka ingin mewajibkannya dan akan juga memulai dosis vaksin ke-4.
Link artikel CNN Indonesia: “Luhut Kaji Booster Jadi Syarat Perjalanan Jika Covid-19 Naik Lagi“
Link artikel Suara.com: “Luhut: Saya Saranin Booster, Kalau Mau Hidup Lebih Panjang Lagi“
Link artikel Detik Health: “Kemenkes RI Beri Sinyal Vaksin Dosis ke-4, Booster Buat Anak Gimana?“
Seperti yang kami telah mempublikasikan dalam beberapa artikel sebelumnya, booster tampaknya tidak memiliki efektivitas dan bahkan efek negatif, artinya membuat orang lebih rentan terhadap Covid19. Berikut adalah beberapa data:
Kasus, Rawat Inap dan kematian di UK: 9 dari setiap 10 kematian Covid19 telah divaksin lengkap (2 dosis) dan 4 dari setiap 5 diantaranya telah menerima booster (Laporan pemerintah UK: https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/1057599/Vaccine_surveillance_report_-_week-8.pdf):
Berdasarkan data resmi pemerintah Indonesia, tingkat booster (pada akhir Juni 2022) adalah 22%. Dari semua orang yang terinfeksi Omicron varian baru BA.4 dan BA.5, lebih dari 50% sudah booster.
Artinya yang dibooster lebih dari 2 kali lebih terinfeksi dan menularkan dari yang lain. Efektivitas booster adalah negatif, minus 100+%. Booster memperburuk dan memperpanjang “pandemi”.
Selain data di atas dari lapangan / dunia nyata, kita juga bisa melihat beberapa penilitian tentang booster:
Booster Sinovac:
Sesuai studi Thailand dari tahun 2021 sudah diketahui bahwa Sinovac tidak efektif terhadap Delta (apalagi Omicron…):
“Strain Delta dinetralisir sama baiknya oleh serum Infeksi Alami 2020 dan 2021, (…) dan titer NAb CoronaVac bahkan masih lebih rendah (…) menjadi 2,82 (…) dan 3,85 (.. .) lipat lebih rendah dibandingkan, masing-masing, hampir pada batas deteksi.”
Dengan kata sederhana, imunitas dari Sinovac terhadap varian Delta sangat rendah (hampir tidak terdeteksi) dibandingkan dengan imunitas yang kuat dari infeksi alami, bahkan pada orang yang mengembangkan imunitas dari varian sebelumnya atau virus awal pada tahun 2020.
Studi Thailand: https://www.news-medical.net/news/20210719/Thai-study-looks-at-CoronaVac-vaccine-vs-natural-immunity-to-SARS-COV-2-variants.aspx
Membantah klaim dari produsen Sinovac (dan BPOM & Kemenkes yang tidak pernah melakukan uji efektivitas) bahwa booster mereka efektif melawan Omicron, sebuah studi dari University of Hong Kong menunjukkan bahwa booster ini tidak efektif:
“Tidak satu pun dari mereka yang divaksinasi dengan CoronaVac memenuhi ambang perlindungan ini dengan varian Omicron”
(“None of those vaccinated with CoronaVac met this protection threshold with the Omicron variant”)
Studi: Neutralizing antibodies against the SARS-CoV-2 Omicron variant BA.1 following homologous and heterologous CoronaVac or BNT162b2 vaccination (https://www.nature.com/articles/s41591-022-01704-7)
Booster Pfizer:
2 penelitian tambahan menemukan bahwa booster Pfizer tidak efektif:
“Tingkat antibodi terhadap omicron 6,3 kali lipat lebih rendah jika dibandingkan dengan varian pertama dan 2,7 kali lipat lebih rendah jika dibandingkan dengan Delta,” katanya, dilansir Wartaekonomi.co.id.
Studi lain yang dilakukan dan telah disahkan Universitas Cape Town dan Universitas Stellenbosch melaporkan suntikan vaksin booster Pfizer gagal memblokir Omicron.
Studi yang diterbitkan di The Lancet tersebut menunjukkan kemampuan Omicron yang mampu menghindari kekebalan vaksin booster Pfizer.
“Itu menggarisbawahi perlunya terus memerangi pandemi dengan langkah-langkah selain vaksinasi, seperti menjaga jarak dan memakai masker,” kata peneliti studi tersebut.
Artikel termasuk referensi penelitian: https://sehat.wartaislam.web.id/2022/02/studi-booster-pfizer-tak-ampuh-hadapi.html
Sudah menjadi jelas bahwa efektivitas booster (= dosis ke-3) paling baik dipertanyakan dan tampaknya bahkan negatif, dan bahwa klaim dari produsen vaksin tentang efektivitas tampaknya palsu. Ini lebih lanjut dikonfirmasi dan diperkuatkan oleh sebuah studi baru dari Israel bahwa bahkan dosis ke-4 memiliki efek yang dapat diabaikan atau tidak ada sama sekali terhadap Omicron:
“Kami melihat peningkatan antibodi, lebih tinggi dari setelah dosis ketiga. Namun, kami melihat banyak di antara mereka yang terinfeksi Omicron ini merupakan mereka yang menerima dosis keempat,” kata seorang Kepala Peneliti dalam uji coba itu, Gili Regev-Yochay.
Ia menambahkan untuk sementara waktu, vaksin saat ini sangat baik melawan varian Alpha dan Delta.
“Namun untuk Omicron itu tidak cukup baik,” jelas Yochay.
Sementara itu, EMA (European Medicines Agency = BPOM Uni Eropa) pada pekan lalu memperingatkan potensi efek samping buruk dari suntikan booster.
Karena vaksinasi berulang yang dilakukan dalam waktu singkat dapat mengakibatkan masalah pada respons imun.
Artikel termasuk referensi penelitian: Penelitian Sheba Medical Center Israel: 4 Suntikan Vaksin Covid-19 Tidak Cukup Efektif Lawan Omicron
Kami dapat menemukan beberapa indikasi bahwa booster menyebabkan risiko dan efek samping dan kematian yang lebih tinggi daripada “vaksinasi lengkap” sebelumnya 2 dosis. Di Israel terjadi peningkatan besar-besaran dari kematian berlebih yang berhubungan langsung dengan peluncuran booster. Belum ada bukti sebab-akibat tetapi dalam konteks semua data lainnya, kemungkinan besar ada hubungan sebab akibat langsung.
Kematian semua penyebab melonjak mulai dari Augustus 2021:
Bagan berikutnya menunjjukan totalnya dosis vaksin yang diberikan, kita bisa lihat peningkatan mulai dari Augustus 2021, itu adalah awal dari pemberian massal booster:
Berdasarkan data KIPI/VAERS jelas bahwa setiap suntikan vaksin Covid19 dapat menimbulkan risiko reaksi merugikan yang serius dan terkadang mematikan. Ditambah, data yang menunjukkan efektivitas NEGATIF vaksin Covid19 dan khususnya booster mengarah pada kesimpulan, didukung oleh penelitian ilmiah, bahwa vaksin tersebut menyebabkan pengurangan/kerusakan fungsi sistem kekebalan tubuh.
Kita juga bisa melihat dengan jelas bahwa Booster memperburuk penyebaran Covid19 dari data terbaru dari banyak negara dimana ada tingkat booster tinggi. Di Portugal gelombang Omicron ke2 sudah terjadi meskipun tingkat vaksinasi “lengkap” 86% dan booster 65%:
Semua Vaksin Covid19 termasuk dosis booster semuanya telah dibuat untuk melawan protein lonjakan dari galur virus Wuhan yang asli pada tahun 2020. Virus itu sudah tidak ada lagi dan telah digantikan oleh varian yang sangat bermutasi, Delta dan sekarang kebanyakan Omicron, yang memiliki mutasi paling banyak di Spike Protein. Inilah alasan utama mengapa vaksin, booster, dosis ke4 atau berapapun jumlah suntikan tambahan tidak bisa efektif. Antibodi yang mereka hasilkan sama sekali tidak efektif melawan Omicron, tidak peduli seberapa tinggi tingkat antibodi setelah dosis tambahan. Mereka adalah antibodi yang tidak cocok. Fakta ini terlihat jelas dari data dan penelitian.
Nampak jelas bahwa tidak satu pun dari faktor-faktor tersebut tentang keamanan dan efektivitas telah dipertimbangkan oleh BPOM dan Kemenkes dalam persetujuan dan kebijakan booster (bahkan kewajiban yang sudah terjadi) dan tidak pernah dilakukan analisis resiko-manfaat, meskipun itu wajib sesuai aturan EUA BPOM.
Analisis data terbaru vaksin Pfizer dan Moderna menunjukkan bahwa lebih banyak orang meninggal pada kelompok vaksin daripada kelompok plasebo. Ini berarti bahwa seseorang yang divaksinasi memiliki risiko kematian secara umum (baik dari Covid19 maupun penyakit lain dan efek samping dari vaksin) yang lebih tinggi daripada orang yang tidak divaksinasi. Link Studi: Serious Adverse Events of Special Interest Following mRNA Vaccination in Randomized Trials
Jangan tertipu, jauhi vaksin Covid19 eksperimental yang tidak efektif dan berbahaya. Sama sekali tidak perlu, Covid19 tidak berbahaya (angka kematian resmi di Indonesia adalah 0,127%) dan vaksinnya ada lebih banyak resiko dari manfaat.