Beberapa bulan lalu publik tampaknya sudah mendengar apa itu “Laptop Merah Putih” bagi para murid. Bundel ChromeOS sebagai sistem operasi yang berjalan memang keluaran resmi Google. Kami akan membahasnya secara rinci di bagian kedua dari seri artikel ini. Pertama kami akan melihat latar belakang beberapa kegiatan mesum di Kemdikbud terkait dengan perusahaan raksasa Google yang terjadi sebelum kontroversi “Laptop Merah Putih”.
Bulan Mei pada hari ke-20 tahun 2021, Kementerian yang dipimpin oleh Nadiem Makariem merilis resmi tender proyek pengadaan No. 12041025 berjudul “Public Cloud Platform Digital Pendidikan“. Dijelaskan dalam sistem pengadaan sistem LPSE tentang Komputasi Awan (Cloud Computing) sebagai platform pendidikan nasional.
Dari situlah kecurigaan bermulai. Ada sesuatu yang janggal didalamnya. Investigasi.org melihat adanya indikasi menuju korupsi, nepotisme, dan konflik kepentingan yang menguntungkan pihak tertentu.
Proyek pengadaan ini memiliki nilai kontrak sekitar 20 miliar rupiah untuk semester kedua tahun 2021 dan seperti biasa dengan kontrak seperti itu yang sedang berlangsung, kami dapat memproyeksikan 40 miliar per tahun setelah 2021. Proyek itu sendiri masih tertera dalam sistem LPSE. Kami mengunduh dokumen-dokumen tersebut dan menemukan beberapa penyimpangan.
Kecurigaan beralasan karena persyaratan pengadaan itu hanya bisa dipenuhi dan dimainkan oleh satu pihak: Google Cloud (GCP). Jelas bahwa beberapa persyaratan dan spesifikasi tender sama sekali tidak diperlukan, hanya bertujuan untuk mengesampingkan kualifikasi pesaing, terutama semua provider lokal Indonesia. Mengarahkan kemudahan bagi posisi Google itu sendiri. Detailnya dapat ditemukan dalam analisis kami terhadap dokumen spesifikasi tender resmi Kemdikbud.
Laporan yang kami terima dari penyedia komputasi awan lainnya juga mencerminkan hal ini:
“yes, I think it’s not fair”
“Why there’s requirement like that”
“I think this is about political issue”
“Yes, but if you complain. Please don’t put our name or mention us. Because, we know this is about political issue”
Disebutkan pula bahwa waktu antara pengumuman tender dan batas akhir pemasukan penawaran hanya beberapa hari, tidak mungkin bagi penyedia untuk menyiapkan penawaran untuk tender yang begitu besar dan kompleks pada waktu itu. Hanya penawar dengan informasi awal yang dapat mengajukan penawaran. Kami menggunakan koneksi kami di industri teknologi untuk berbicara dengan penyedia komputasi awan lain tentang pendapat mereka, berikut adalah 2 jawaban yang kami dapatkan:
“Partner told me impossible with the timeline really tight to prepare documents”
“The timeline is really tight. Impossible. This already arranged”
Sebagaimana kita bisa lihat sendiri dalam sistem LPSE: hanya ada 2 penawaran yang telah ditetapkan dan keduanya berasal dari Google Cloud partners /reseler. Namun Google tidak secara langsung melakukan penawaran tender ini, pastilah lewat reseler lokal yang nantinya mendapatkan komisi ‘cuan’.
Mencoba untuk menjadi warga negara yang baik, dengan menaruh atensi terhadap pemerintahan. Maka kami melakukan beberapa metode menindaklanjuti:
Laporan di portal resmi pemerintah lapor.go.id
Kami melaporkan telah terjadinya indikasi korupsi dan konflik kepentingan. Dengan berharap keterbukaan mereka agar bisa menyampaikan semua informasi sesuai UU KIP. Semuanya diterima dan diproses oleh Inspektorat Jenderal Kemdikbud tetapi tidak ada jawaban/solusi yang tepat atau benar secara hukum.
Beberapa laporan resmi kepada lapor.go.id antara lain:
#5657101 Tender “public Cloud Platform Digital Pendidikan”
#5659399 Tender Dari Kemdikbud Dengan Batas Akhir Diskriminatif
#5659491 Konflik Kepentingan Atau Korupsi Menteri Pendidikan
#5662139 Konflik Kepentingan Atau Indikasi Korupsi Mendikbud
#5673551 Permintaan Informasi Berdasarkan Uu 14/2008
Membagikan informasi
Setelah dirasa cukup dengan beberapa dokumen dan bukti telah terjadinya indikasi penyimpangan, berikutnya kami membagikan informasi kepada beberapa instansi disertai respon mereka.
Pertama, melapor kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Awalnya mereka tampaknya tertarik dan membuka kasus resmi dengan nomor 2021- 2021-E-01665, namun berbalik menolak mengambil tindakan akibat dihentikannya proses tender tersebut.
Kami beranggapan bahwa KPK tidak tertarik untuk melakukah hal mengarah pencegahan percobaan korupsi. Pernyataan terakhir oleh salah satu penyidik seperti inii:
“Mungkin ini memang belum ada pemenanganya Pak. Hanya belum diupdate saja jadwal kegiatannya oleh mereka. Kita tunggu sampai batas akhir ttd kontrak yaitu 25 juni”
Kemudian melapor kepada KPPU.
Senada dengan KPK, bahwasanya status pengadaan dihentikan, maka jawaban dari salah satu investigator KPPU:
“Sampai kontrak kita Pak..kalau gak sampai kontrak..hasilnya artinya gak ada dan gak ada dampak Pak.”
“Setahu saya korupsi juga biasanya kalau sdh ada pengeluaran negara”
Selanjutnya, membagikannya kepada media TEMPO.
Sama-sama antusias dalam menyikapi awalannya. Dengan menugaskan seorang jurnalis untuk berkolaborasi dengan kami. Berjalan beberapa minggu dengan beberapa dokumen dan lainnya, hingga kelengkapannya dirasa siap untuk segera dipublikasikan menjadi sebuah berita.
Sama seperti sepelumnya, pada titik tertentu jurnalis mereka lambat merespon, kemudian diam dan tida lagi menjawab. Adapun terakhir kalinya sang jurnalis itu membalas kami:
“Pak X (dihapus), maaf baru sempat membalas. Itu terserah Pak X (dihapus) jika ingin melapor ke ICW. Dulu kalau tidak salah, mereka juga pernah mengecek soal pengadaan alat kesehatan di Badan Nasional Penanggulangan Bencana.”
Berakhir sama.
Kemudian mengabarkan ICW (Indonesian Corruption Watch). Nasibnya sama. Menyambut kami dengan ramah, ditambahi informasi tambahan dari mereka. Berakhir pada titik diamnya sikap penyidik dan tidak ada lagi jawaban setelahnya.
Terakhir. Dewan Perwakilan Rakyat, DPR.
Satu upaya dimana kami juga merasa ‘mustahil’ untuk didengar, namun apa salahnya mencoba. Seperti diduga, kami menelepon untuk meminta kepada para operator dan sekretaris, agar bisa berbicara dengan salah satu wakil rakyat yang bersedia. Tak ada respon balik, dianggap angin lalu.
Hal-hal diatas menjadi jelas ke sekian kalinya, bagaimana sungkannya untuk menindaklanjuti informasi yang kami berikan.
Ditengah perjalanan tender tersebut memang dihentikan karena tindakan kami, sehingga kontrol kerusakan terhadap kerugian neagara dalam sistem pendidikan bisa dihentikan. Apakah sudah tercium oleh beberapa pihak, jika tender dibiarkan terus, membahayakan posisi pemain elit Kemendikbud? Kita tidak pernah tahu walapun memang bukti itu mengarah ke sana.
Penolakan halus lewat pernyataan ‘harus telah terjadinya kontrak’ dan adannya pengeluaran negara dari penyidik KPPU, sedikit miris. Bagaimana justru tindakan pencegahan lebih baik ketimbang sudah memakan korban (dana).
ICW dan media juga segaris dalam pandangan kami. Partisipasi publik dalam mengamati good governance tidak mampu ditopang oleh pihak-pihak yang seharusnya menjadi sandaran harapan bagi sipil. Intuisi jurnalis yang seharusnya dipenuhi antusiasme -kcurigaan dalam menghadapi akan adanya sebuah indikasi, sepertinya terkikis.
Kami tidak punya bukti menteri terlibat dalam kecurangan tender ini. Apa yang kami ketahui:
- Tender dengan kepentingan dan ukuran strategis seperti itu pasti disahkan oleh menteri
- Menteri adalah mitra bisnis Google, keduanya adalah pemegang saham bersama di Gojek (sumber) (sumber)
Aturan main hukum hanya berlaku bagi sipil, kalangan menengah dan dibawahnya.
Jika kita tertangkap mencoba mencuri atau membunuh seseorang, kita akan dituntut. Hal ini juga penting, karena merupakan pencegah untuk melakukan kejahatan dan juga berlaku untuk korupsi.
Ini adalah bagian 1 dari seri artikel, pastikan untuk memeriksa kembali bagian 2 untuk detail tentang “Laptop Merah Putih”
Anda memiliki informasi tentang malpraktik serupa? Hubungi kami di investigasi.org@protonmail.com