Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Kita terus hidup dalam keadaan darurat, sejak presiden menyatakan kondisi darurat kesehatan pada awal tahun 2020 dan dia menolak untuk mencabutnya, meskipun jelas-jelas tidak ada keadaan darurat. Sebaliknya, pada Desember 2022, presiden telah mengumumkan darurat tambahan dengan mengeluarkan PERPPU Cipta Kerja. Dengan terus menciptakan dan mendeklarasikan keadaan darurat palsu, pemerintah memberikan dirinya sendiri kekuasaan penuh atas apa pun yang mereka inginkan, mencoba memberi diri mereka kekebalan dari tuntutan hukum dan yang terburuk, membenarkan semua jenis pelanggaran terhadap konstitusi, hukum, dan hak asasi manusia.
Kini pemerintah bahkan tidak lagi menggunakan alasan darurat untuk melakukan tindakan-tindakan yang sangat melanggar konstitusi, hukum, dan hak asasi manusia. Diam-diam Kementerian Dalam Negeri telah meluncurkan “KTP Digital” yang mencantumkan status vaksinasi Covid-19 sebagai bagian dari data kependudukan dan KTP. KTP Digital itu sendiri merupakan implementasi dari agenda asing, yang direkayasa oleh World Economic Forum (WEF) sebagai alat untuk mengendalikan populasi dan sebagai dasar untuk menerapkan langkah-langkah pengendalian populasi lebih lanjut seperti mandat vaksin percobaan, pengawasan total, skor kredit sosial dan yang paling penting adalah Central Bank Digital Currencies (CBDC) yang akan mencabut uang tunai dan memungkinkan pemerintah untuk sepenuhnya mengendalikan uang setiap orang. Tidak bersedia untuk mendapatkan vaksin percobaan terbaru? Uang Anda akan dibekukan. Mengkritik pemerintah di media sosial? Uang Anda akan dibekukan. Mengeluarkan terlalu banyak emisi karbon? Anda tidak dapat membelanjakan uang Anda untuk bepergian. Dan seterusnya.
Untuk informasi lebih lanjut tentang bahaya ekstrim dari Digital ID, kami merekomendasikan artikel berikut dari jurnalis investigasi Derrick Broze:
Bahasi Inggris (asli): https://derrickbroze.substack.com/p/digital-id-scam
Bahasa Indonesia (terjemahan): https://derrickbroze-substack-com.translate.goog/p/digital-id-scam?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=en-US&_x_tr_pto=wapp
Artikel CNN Indonesia tentang KTP Digital (10 Februari 2023): Mengenal Identitas Kependudukan Digital, KTP yang Tinggal Klik di Hp
Kutipan dari artikel: “Menu ‘Lainnya’ punya informasi history vaksin Covid-19, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), informasi Kepemilikan Kendaraan, Informasi Badan Kepegawaian Nasional (BKN), hingga Daftar Pemilih Tetap (DPT) 2024.”
Artikel Kemendagri: Dirjen Dukcapil Penerapan Identitas Kependudukan Digital Mampu Menghemat APBN
Digitalisasi dapat memberikan banyak manfaat bagi masyarakat jika dilakukan dengan itikad baik dan untuk tujuan yang baik, akan tetapi KTP Digital ini murni dilakukan untuk mengendalikan populasi dan menerapkan bentuk baru pemerintahan totaliter, yang juga sering disebut sebagai komunis gaya baru.
Orang-orang yang disebut “Anggota Sekte Covid” (yang masih percaya dengan narasi pemerintah tentang Covid-19 dan vaksin) mungkin tidak melihat masalah dalam adanya data vaksinasi di KTP dan catatan kependudukan, orang normal akan memahami bahaya ekstrim dari hal ini. Pertama-tama, mari kita sebutkan bukti yang paling kuat dari itikad buruk pemerintah: Vaksin Covid-19 tidak mencegah infeksi dan penularan, tidak ada dampak bagi orang lain jika seseorang tidak divaksin dan status vaksinasi merupakan data kesehatan pribadi yang dilindungi, tidak ada alasan apapun untuk menambahkan data tersebut dalam data kependudukan dan KTP. Pemerintah bahkan mengakui hal ini:
(Januari 2021, Republika) Judul: “Vaksinasi Bukan untuk Mencegah Penularan Covid-19”
“Jadi vaksin itu mencegah kita menjadi sakit, bukan mencegah kita menjadi tertular,” kata Nadia yang juga Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (Dirjen P2P) Kemenkes, Jumat (29/1).
https://www.republika.co.id/berita/qnorqe328/vaksinasi-bukan-untuk-mencegah-penularan-covid19
(December 2021, Republika) Judul: “Satgas: Vaksinasi Dosis Lengkap tak Bisa Cegah Penularan Kasus”
(Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito) “Terlepas dari adanya varian omicron, saat ini terdapat beberapa data yang menunjukkan negara dengan cakupan vaksinasi dosis lengkap nyatanya masih dapat mengalami kenaikan kasus,” kata Wiku saat konferensi pers, dikutip pada Rabu (22/12)…
“Namun, vaksin tidak dapat mencegah penularan. Penularan hanya dapat dicegah dengan disiplin prokes dan kebijakan pelaku perjalanan internasional yang ketat,” jelasnya.
Satu-satunya tujuan dari penambahan data vaksinasi ke dalam KTP dan catatan kependudukan adalah untuk memungkinkan diskriminasi terhadap masyarakat yang tidak besedia untuk mendapatkan vaksin atau booster ke2, ke3, ke4 dst., seperti yang dilakukan sebelumnya dengan aplikasi PeduliLindungi; dan membiasakan rakyat dengan berbagai kewajiban dan pembatasan berdasarkan data KTP mereka.
Data vaksinasi dalam KTP (Digital) melanggar hukum, antara lain sebagai berikut:
Undang-Undang Dasar 1945:
Pasal 28G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Pasal 28I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
(2) Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia:
Pasal 3
(2) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.
(3) Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan:
Pasal 57
(1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
UU No 11 tahun 2008 tentang ITE:
Pasal 26
(1) penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.
Selain semua pelanggaran di atas, data kependudukan dan KTP diatur secara lengkap dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang tidak mengandung ketentuan tentang data pribadi kesehatan kecuali gol darah. Data pribadi/kesehatan yang tidak diatur dalam Undang-Undang tersebut tidak boleh disimpan dan diproses untuk tujuan data kependudukan dan KTP.
Selanjutnya Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan dua Peraturan Menteri tentang digitalisasi data kependudukan, termasuk KTP digital, yaitu Permendagri No. 95 tahun 2019 tentang SIAK (SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN) dan Permendagri No. 72 tahun 2022 tentang STANDAR DAN SPESIFIKASI PERANGKAT KERAS, PERANGKAT LUNAK, DAN BLANGKO KARTU TANDA PENDUDUK ELEKTRONIK SERTA PENYELENGGARAAN IDENTITAS KEPENDUDUKAN DIGITAL. Keduanya mengatur rincian data pribadi dan sama dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, tidak mengandung ketentuan tentang data pribadi kesehatan kecuali gol darah.
Tidak ada satupun produk hukum/peraturan yang mengandung ketentuan untuk menyimpan dan/atau memproses data kesehatan pribadi (kecuali gol darah) dalam data kependudukan atau KTP. KTP Digital yang termasuk data status vaksinasi sepenuhnya ilegal.
Apakah perilaku Kementerian Dalam Negeri ini mengejutkan? Tentu saja tidak, pemerintah dan bahkan DPR telah kehilangan rasa kemanusiaan, demokrasi dan telah membuang konstitusi ke tempat sampah. Seperti yang telah kami laporkan sebelumnya, pemerintah bersama dengan DPR sedang menggodok Undang-Undang baru yang akan menghapus semua hak asasi manusia dengan alasan kesehatan:
Artikel “RUU Omnibus Law Kesehatan: Pencabutan HAM dan Demokrasi”
Tidak berhenti sampai di situ… sekarang kami juga menemukan kejahatan terbaru mereka yaitu mewajibkan aplikasi baru dan sertifikat kesehatan sebagai syarat untuk menikah:
Artikel Kompas: BKKBN: Menikah Harus Punya Sertifikat Elsimil, Ini Cara Daftarnya
Sekali lagi syarat tersebut tidak memiliki dasar hukum apapun dan melanggar antara lain UUD 1945, UU HAM, UU Kesehatan dan UU Perkawinan. Kami akan segera mempublikasikan artikel terkait secara terpisah.
Kami tidak akan menerima semua pelanggaran konstitusi, hukum dan HAM ini begitu saja, tim kami sudah dalam proses mempersiapkan setidaknya dua gugatan.
Sekali lagi, Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Rezim sedang coba menghapus hak dasar dan HAM satu per satu dengan menciptakan berbagai darurat palsu, aturan dan Undang-Undang yang membatasi berbagai hal yang merupakan hak dasar dan HAM, penyensoran informasi terhadap kebenaran dan terus berbohong kepada masyarakat tentang dasar dan tujuan tindakan mereka. Kita sedang mengalami darurat demokrasi dan konstitusi, jika rakyat tidak bangun secepatnya dan mengambil tindakan masif, kita akan segera memiliki kediktatoran dimana semua hak dasar dan HAM telah menjadi keistimewaan yang didasarkan pada segala macam syarat yang jahat.