Benarkah Kemenkes akhirnya mengakui pelanggaran HAM? Berikut keseluruhan cerita dan kronologinya:
Beberapa hari terakhir sangat intens. Tim kami akhirnya diterima audiensi oleh Fraksi DPR PKS, khususnya Pak Alifudin yang merupakan anggota Komisi 9 DPR, pada Selasa 30 Agustus lalu di kantor mereka di gedung DPR. Tim kami yang dipimpin oleh Babeh Aldo mempresentasikan data ilmiah kami tentang Covid 19 dan vaksin, dan menginformasikan PKS tentang pelanggaran hukum dan hak asasi manusia oleh kewajiban vaksin serta 3 tuntutan hukum kami terhadap pemerintah di PTUN Jakarta. Dalam audiensi tersebut, seorang dokter spesialis patologi dan anatomi juga memaparkan fakta tentang efek samping dan bahaya vaksin Covid 19 kepada perwakilan PKS.
Berikut adalah video Babeh Aldo tentang audiensi dengan PKS:
Segera setelah audiensi kami, perwakilan PKS bergabung dalam pertemuan antara DPR Komisi 9 dan Kemenkes dan mengajukan pengaduan bahwa persyaratan booster untuk berbagai kegiatan melanggar hak asasi manusia. Menanggapi keluhan tersebut, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) menanggapi dengan pernyataan berikut:
“Jadi sebenarnya kegiatan vaksinasi ini kalau boleh saya pakai istilah menjadi tanggung jawab bersama-sama karena kalau ada satu orang yang tidak divaksin, kemudian dia mudah kena COVID-19, naik pesawat, nanti kena COVID-19 semua,” tutur Wamenkes dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (30/8/2022).
“Jadi memang walaupun ada di dalamnya elemen-elemen HAM, tetap kebersamaan harus kita junjung agar vaksinasi menjadi suatu program bersama-sama pemerintah maupun masyarakat,” tutur dia.
Artikel Detik yang termasuk video pernyataan Wamenkes: Wajib Booster untuk Bepergian Langgar HAM? Ini Bantahan Wamenkes
Ada 2 aspek yang sangat penting tentang tanggapan dari Wamenkes:
- Beliau mengakui bahwa persyaratan vaksin memang melanggar hak asasi manusia: “Jadi memang walaupun ada di dalamnya elemen-elemen HAM“
- Beliau mengelak dengan BERBOHONG kepada perwakilan rakyat dengan pernyataan sebagai berikut: “kemudian dia mudah kena COVID-19, naik pesawat, nanti kena COVID-19 semua,”
Bahkan, Wamenkes mengakui bahwa pemerintah melakukan pelanggaran HAM tanpa alasan, karena poin 2 sepenuhnya salah dan bohong. Atasannya Menkes dan Kemenkes secara umum sudah mengakui sejak awal program vaksinasi bahwa vaksin Covid 19 tidak mencegah infeksi dan penularan:
(Agustus 30 2021, CNN Indonesia) Judul: “Menkes: Vaksin Tak Buat Kita Kebal Covid, Tapi Cegah Masuk RS”
“Karena vaksinasi itu bukan membuat kita kebal, kita bisa tetap tertular dan menularkan. Tapi, akan membuat kita tidak usah masuk rumah sakit,” kata Budi dalam konferensi pers, Senin (30/8).
(December 2021, Republika) Judul: “Satgas: Vaksinasi Dosis Lengkap tak Bisa Cegah Penularan Kasus”
(Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito) “Terlepas dari adanya varian omicron, saat ini terdapat beberapa data yang menunjukkan negara dengan cakupan vaksinasi dosis lengkap nyatanya masih dapat mengalami kenaikan kasus,” kata Wiku saat konferensi pers, dikutip pada Rabu (22/12)…
“Namun, vaksin tidak dapat mencegah penularan. Penularan hanya dapat dicegah dengan disiplin prokes dan kebijakan pelaku perjalanan internasional yang ketat,” jelasnya.
(Januari 2021, Republika) Judul: “Vaksinasi Bukan untuk Mencegah Penularan Covid-19”
“Jadi vaksin itu mencegah kita menjadi sakit, bukan mencegah kita menjadi tertular,” kata Nadia yang juga Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (Dirjen P2P) Kemenkes, Jumat (29/1).
https://www.republika.co.id/berita/qnorqe328/vaksinasi-bukan-untuk-mencegah-penularan-covid19
Semua data dari Indonesia dan seluruh dunia serta data dari produsen vaksin juga sangat jelas bahwa vaksin Covid 19 tidak mencegah penularan, kami sudah mempublikasikan data resmi lengkapnya beberapa bulan lalu di artikel berikut:
Artikel: Analisis Lengkap dan Ilmiah Penipuan Vaksin Covid19
Situasi ini sangat serius karena alasan berikut:
- Pemerintah melalui Wamenkes mengakui bahwa mereka melanggar hak asasi manusia;
- Pemerintah melalui Wamenkes berbohong kepada DPR;
- Kita sekarang tahu bahwa semua persyaratan vaksin tidak memiliki dasar dan didasarkan pada tipu daya. Wamenkes berbicara sedemikian rupa seolah-olah yang divaksin tidak menularkan virus, padahal itu tidak benar;
- Kita menjadi ragu apakah jajaran pemerintah memahami tentang Covid 19 dan vaksinnya;
- Logika membatasi hak orang yang tidak divaksinasi tidak masuk akal karena keduanya sama-sama bisa menularkan virus dan keuntungan berupa mengurangi gejala berat hanya didapat bagi orang yang menerima suntikan, BUKAN orang lain. Jadi, jelas tidak ada kaitannya dengan melindungi orang lain;
- Hak yang dibatasi tersebut merupakan hak dasar manusia yang harus dilindungi, bukan hak yang boleh diambil lalu kemudian diberikan dengan syarat mematuhi aturan yang tidak memiliki dasar.
Orang yang mendukung vaksin Covid 19 mungkin menganggap ini tidak penting. Mari kita ingatkan bahwa pemerintah BERBOHONG kepada DPR. Kami menghormati siapapun yang mendukung vaksinasi Covid 19, karena sesuai Pasal 5 UU Kesehatan, setiap orang berhak membuat keputusan sendiri tentang prosedur medis apa yang ingin (atau tidak ingin) mereka terima. Ini adalah masalah pemerintah kita yang mencoba menipu perwakilan terpilih kita dengan informasi palsu untuk mengendalikan mereka. Ini adalah keadaan darurat demokrasi yang tidak ada hubungannya dengan keyakinan pribadi kita tentang vaksin Covid 19.
Jika ini dibiarkan tanpa konsekuensi, DPR tidak lagi memiliki arti atau fungsi. Pemerintah bisa berbuat apa saja tanpa dimintai pertanggungjawaban hanya karena ada situasi “darurat”. Apabila kita membiarkan pemerintah melanggar aturan karena keadaan “darurat”, maka pemerintah akan menciptakan kondisi “darurat” untuk melanggar aturan. Apakah kita menginginkan hal itu?
Kami ingin berterima kasih kepada PKS karena telah menerima kami, mendengarkan kami, menerima semua bukti yang kami berikan dan mengambil tindakan berdasarkan itu. Ini adalah pertama kalinya selama “p(l)andemi” palsu ini, sebuah partai politik di DPR mulai mempertanyakan narasi resmi yang terbukti berdasarkan kebohongan. Kami juga akan senang apabila ada partai lain yang mau mendengarkan masukan-masukan dari masyarakat selain PKS, khususnya partai koalisi petahana. Kami ingin kebenaran terungkap dan didengar seluruh pihak, sebab kami tidak berpihak pada pemerintah maupun oposisi. Kami hanya ingin pemerintah, DPR, beserta jajarannya melakukan tindakan yang benar sesuai nalar dan data-data yang akurat.
Kewajiban vaksin Covid 19 tidak melindungi siapapun karena vaksin tersebut tidak mencegah infeksi dan penularan sama sekali. Jika Anda yakin bahwa vaksin ini melindungi Anda dari kematian, meskipun data membuktikan bahwa ini tidak benar, ini adalah pilihan Anda dan hak Anda untuk divaksinasi. Setiap kewajiban atau paksaan untuk mendapatkan vaksinasi adalah pelanggaran hak asasi manusia.
Apa yang bisa kita lakukan untuk tetap aman?
- Makan makanan yang sehat dan bergizi yang menjaga tubuh dan daya tahan tubuh tetap kuat
- Tidak mengkonsumsi gula apa pun
- Jangan memakai masker, tidak berpengaruh dan melemahkan tubuh
- Jangan divaksinasi, atau setidaknya jika sudah divaksinasi jangan mendapatkan suntikan tambahan. Mereka terbukti melemahkan tubuh Anda dan membuat Anda lebih rentan terhadap Covid 19 dan penyakit lainnya.
- Ambil tindakan di komunitas lokal Anda untuk menghentikan pemaksaan vaksinasi dan pembatasan Covid 19, itu semua hanya membuat komunitas lebih lemah dan tidak ada manfaatnya sama sekali
- Jadikan kesehatan mental Anda kuat! Pemerintah saat ini adalah sekelompok orang yang dikendalikan asing yang mencoba menerapkan agenda asing pada kita semua. Mereka akan gagal karena rakyat bangsa ini kuat dan mandiri. KAMI AKAN MENGHENTIKAN KEGILAAN INI.
Pemerintah mungkin adalah sekelompok pembohong; kita tidak bisa mempercayai mereka sepenuhnya. Mungkin pemerintah hanya bertindak berdasarkan “saran” dan “masukkan” dari “ahli” di sekitarnya. Boleh jadi hal tersebut yang membuat pemerintah “keliru” dalam mengambil tindakan. Seperti kita ketahui kebijakan yang dibuat pemerintah berdasarkan pedoman WHO dan CDC. Tetapi pada saat yang sama, ketika ada pembaharuan pedoman oleh WHO dan CDC pemerintah enggan mengikutinya. Alih-alih, pemerintah justru mendengarkan nasehat/rekomendasi dari “ahli” yang tidak memiliki data akurat. Sebagai contoh adalah “ahli” imunologi yang hadir sebagai “ahli” di PTUN untuk memberikan keterangan. Beliau mengatakan “imunitas alami terbukti tidak menghasilkan sel memori, sedangkan vaksin terbukti” yang sepenuhnya dan terbukti salah, beliau juga mengatakan “vaksinasi tidak mencegah penularan, jadi tetap harus prokes karena yang divaksin masih bisa menularkan dan ditularkan”. Maka, wajar jika pemerintah dan sekelilingnya mengambil tindakan yang salah.
Sebagai intermezo, kami kutip pernyataan Wamenkes bahwa “vaksinasi Covid 19 adalah fardu kifayah” (beliau bukanlah orang yang berhak dan kompeten untuk menyatakan hal tersebut). Artinya, jika sudah ada yang menjalankan kewajiban tersebut maka kewajiban yang lain GUGUR. Menurut data resmi Kemenkes 73% (sumber: https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines) orang sudah menerima vaksinasi, maka menurut hukum tersebut yang lain tidak perlu lagi vaksin.
Sudah beredar informasi-informasi yang tidak sesuai dengan fakta, ada pula jurnal/artikel ilmiah yang datanya dipalsukan. Maka, kita tidak lagi sepenuhnya bisa mengandalkan para “ahli” bergelar akhir-akhir ini, belum lagi pemerintah.
Lakukan penelitian Anda sendiri dan buat keputusan Anda berdasarkan apa yang Anda yakini. Ini adalah hidup Anda, Anda bukan hewan peliharaan pemerintah dan bukan pula alat WEF.